Jumat, 16 Desember 2016

Sakinah,Mawaddah,Rahmah

"Untukmu wahai kau muslimah "

Ketahuilah duhai muslimah,
bahwasanya,
Cinta itu bisa berkurang dan bahkan bisa habis, karena itu, Allah Ta'ala memerintahkan- setelah cintamu tertambat pd seseorang dan tumbuh berkembang dan mengikatnya dengan pernikahan. maka, jadikan pernikahanmu itu dengan selalu menghadirkan "Sakinah,Mawaddah dan Rahmah".

Duhai muslimah,
Pahamilah, bahwasanya, Sakinah,Mawaddah dan Rahmah adalah bentuk baru atau perubahan hormon cinta yg tiada habis"nya.

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman :
"Dan diantara tanda tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri istri dari jenismu sendiri,supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar benar terdapat tanda tanda bagi kaum yang berfikir" (QS.Ar-Ruum:21).

Ketahuilah wahai kau muslimah, bahwasanya,
Sakinah itu adalah ketenangan, kehebatan(percaya diri),dan kedamaian yang diturunkan Allah kepada hamba-Nya saat berbenturan dengan masalah apapun yg menimpanya,dan  tidak membuat gugup,galau dan gagap,tetapi,justru menambah kuatnya iman,keyakinan dan keteguhan.
Adapun Mawaddah yaitu kelembutan tindakan, kelembutan hati,kecerahan wajah,tawadhu',kejernihan fikiran,kasih sayang empati, kesenangan,kemesraan dsbnya. Kemudian,
Rahmah adalah kerelaan berkorban,keikhlasan memberi, memelihara,kesediaan saling memahami dan saling mengerti, kemauan untuk saling menjaga perasaan,sabar,jauh dari kemarahan,jauh dari keras hati dan keras kepala,jauh dari kekerasan fisik dan kekerasan mental.
Jelasnya,
bahwasanya,
Rahmah adalah memberi tanpa batas,yakni:
didalam suasana biasa kedua pasangan harus Sakinah,didalam suasana yg menyenangkan/lapang kedua pasangan harus penuh Mawaddah,dan didalam suasana bahaya/sempit kedua pasangan harus penuh Rahmah.

Semoga terpahamkan.

Semoga kebahagiaan dlm ridha Allah bersama kalian yg menjalani ikatan suci dalam naungan Ar-Rahman Ar-Rahim-NYA diatas ijab kabul yg terlaksana pada-NYA,Tabarakallah.

Rabu, 07 Desember 2016

Sumpah dan Menista itu beda

Ada Pertanyaan dari orang yang jahil kepada seorang ulama:
" apakah seorang pejabat yg bersumpah diatas al-qur'an lalu korupsi bisa dinilai menistakan al-qur'an ? ( si jahil jawab menista katanya).

Jawab saya  :
Tentang Sumpah,sangat berbeda dengan Penistaan.

Sumpah itu disebut ---> al-Yamiin.
Menista itu di sebut Istihza'.

Mengapa sumpah disebut al-Yamiin ?  lantaran dahulu orang-orang jahiliyah apabila bersumpah, mereka saling membentangkan tangan kanannya (bersalaman) sebagai tanda penguat sumpah mereka.

Adapun secara istilah fiqih-nya, sumpah adalah menguatkan perkataan dengan menyebutkan sesuatu yang diagungkan dengan bentuk kalimat tertentu.

Ada definisi sumpah, yakni :
SUMPAH YANG SIA-SIA ---> disebut ---> laghwul yamiin adalah :
---> per­kataan sumpah yang sering terucap hanya di mulut tetapi tidak ada maksud dalam hati untuk ber­sumpah.

Allah menghukumi per­kataan seperti ini sebagai perkata­an yang sia-sia, pelakunya tidak berdosa, serta tidak ada kewajiban membayar kafarah.

sebagaimana firman Allah;
Allah  tidak akan menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak kamu maksudkan … (QS. ai-Baqarah[2]:225)

Maksudnya adalah perkataan seseorang (ketika ditanya, lalu menjawab): ‘Tidak, demi Allah’, atau ‘Benar, demi Allah’ (padahal dia tidak bermaksud untuk bersumpah).

Lalu,ada yang disebut --->>SUMPAH GHOMUS.

Yakni : ---> Sumpah yang diucapkan seseorang tetapi dusta untuk mengambil harta orang lain de­ngan cara dzalim. Dinamakan ghomus, karena asalnya adalah ghomisah  yang artinya menenggelamkan,yaitu menenggelamkan pelakunya ke dalam dosa, lalu terus menenggelamkannya ke neraka.<=== ini termasuk pejabat yg disumpah tapi korupsi,mengambil duit rakyat.

MELANGGAR SUMPAH WAJIB MEMBAYAR KAFARAH.

Apabila seseorang bersumpah untuk melakukan sesuatu atau bersumpah untuk meninggalkan sesuatu, lalu dia menyelisihi apa yang telah disumpahkan, maka dia telah melanggar sumpahnya, dan barangsiapa yang melanggar sumpahnya, maka dia wajib membayar kafarah sumpahnya.
Atau boleh mendahulukan kafarah sebelum melanggar sum­pahnya (mendahulukan kafarah sebelum melanggar sumpahnya dikenal dengan istilah ---> tahillah ,
apabila dia melihat bahwa yang lebih baik adalah sebaliknya.

Tahillah sama dengan kafarah hanya saja tahillah dilakukan se­belum melanggar sumpahnya, sedangkan kafarah dilakukan setelah melanggar sumpahnya, sebagaimana sabda Rasulullah kepada Ab­durrahman bin Samurah;

“Apabila engkau bersumpah, lalu engkau melihat selainnya lebih baik dari yang engkau sumpahkan, maka tebuslah kafarah sumpahmu, dan lakukan apa yang lebih baik. Dalam satu lafadz (beliau mengatakan). Maka lakukan apa yang lebih baik dan tebuslah kafarah sumpahmu” (HR. Bukhori no. 6122, dan Muslim 4/11/116 dengan syarah Imam Nawawi).

SYARAT-SYARAT WAJIBNYA KAFARAH SUMPAH :

Membayar kafarah sumpah menjadi wajib apabila terpenuhi dua syarat berikut;

- Sumpah yang diucapkan adalah sumpah yang sah, yaitu yang memenuhi   persyaratan sum­pah ,
- Adanya pelanggaran dalam sumpahnya, seperti melakukan apa yang telah dia sumpahkan untuk ditinggalkan atau seba­liknya.

PERINCIAN KAFARAH  SUMPAH :

Telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kafarah sumpah secara jelas dan terperinci, sebagaimana dalam firman-Nya :
Allah tidak akan menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah kamu yang tidak kamu maksudkan, akan tetapi Allah menghukum kamu de­ngan sumpah yang kamu sengaja, maka kafarah (penebus) sumpah itu (apabila kamu melanggar sum­pahmu) adalah memberi makan sepuluh orang miskin dari makanan yang biasa kamu makan, atau memberi pakaian mereka (sebanyak sepuluh orang miskin), atau memerdekakan seorang budak. Ba­rangsiapa yang tidak mampu (satu dari tiga hal di atas), maka hendaklah dia berpuasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarah sumpahmu jika kamu bersumpah (apabila kamu melanggarnya), dan jagalah sumpah-sumpahmu!(QS. al-Ma’idah [5]: 89)

Ayat di atas menjelaskan bah­wa kafarah sumpah ada dua tahapan; (1) Dalam bentuk pilihan antara tiga hal, yaitu memberi makan sepuluh orang miskin, memberi pakaian sepuluh orang miskin, atau memerdekakan budak. (2) Apabila tidak mampu salah satu dari tiga hal pada tahap pertama, maka dia harus berpuasa selama tiga hari.

PERKATAAN INSYA’ DALAM SUMPAH

Barangsiapa bersumpah de­ngan nama Allah, kemudian dia mengatakan insya’ Allah, maka perkataan insya’ Allah bermanfaat dalam sumpahnya, sehingga dia tidak dikatakan melanggar sum­pahnya apabila menyelisihi apa yang telah disumpahkan, hal ini lantaran dia telah menggantung-kan perkaranya kepada kehendak Allah, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam;

Barangsiapa bersumpah (dengan nama Allah), lalu mengucapkan insya’ Allah (apabila Allah menghendaki), maka dia tidak dianggap melanggar sumpahnya (apabila me­nyelisihi sumpahnya). (HR. Ahmad 2/309, Tirmidzi 2/146, Abu Dawud no. 3261, Ibnu Majah no. 2104, Ibnu Hibban no. 1185).

Bagaimana dengan Menista ?

Menista itu di sebut Istihza'.

Secara umum Istihza’ terbagi menjadi dua jenis. Yaitu :
---> Istihzaa’ sharih (penghinaan bersifat eksplisit).

Seperti perkataan orang-orang munafik terhadap sahabat-sahabat Nabi dahulu : Tidak pernah aku melihat orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya, dan lebih pengecut ketika bertemu musuh dibanding dengan ahli baca Al-Qur’an ini (yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat),
Menghina ayat ayat Al-Qur'an.

---> Istihza’ ghairu sharih (penghinaan bersifat implisit).

Jenis ini sangat luas dan banyak sekali cabangnya. Diantaranya adalah ejekan dan sindiran dalam bentuk isyarat tubuh. Misalnya, seperti menjulurkan lidah, mencibirkan bibir, menggerakkan tangan atau anggota tubuh lainnya. Dsbnya.

Istihza’ adalah tindakan yang sangat berlawanan dengan prinsip keimanan. Seseorang yang beriman tidak mungkin ada dalam hatinya muncul sikap pelecehan atau peremehan terhadap sesuatu yang berkaitan dengan agama.

Para ulama sepakat bahwa pelaku istihza’ fiddien (menghina agama) adalah kafir, keluar dari agama Islam dan hukumannya adalah dibunuh.

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?.” Tidak usah kalian meminta maaf, karena kalian telah kafir sesudah kalian beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kalian (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At-Taubah [9]: 65-66)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam bermuamalah dengan manusia beliau terkenal sosok yang paling pemaaf, namun sangat berbeda ketika ajaran Islam dilecehkan. Sifat beliau yang semula pemaaf berubah menjadi sangat marah ketika ajaran islam dilecehkan bahkan hampir semua orang yang melecehkan islam, beliau putuskan untuk dibunuh.

Dalam sebuah riwayat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya, “Siapa yang bersedia membereskan Ka’ab bin Asyraf? Dia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya!” Maka berdirilah Muhamamd bin Maslamah dan berkata, “Apakah engkau suka bila aku membunuhnya, Wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “YA”.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Bahwasannya ada seorang laki-laki buta yang mempunyai ummu walad (budak wanita yang melahirkan anak dari tuannya) yang biasa mencaci Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan merendahkannya. Laki-laki tersebut telah mencegahnya, namun ia (ummu walad) tidak mau berhenti. Laki-laki itu juga telah melarangnya, namun tetap saja tidak mau.

Hingga pada satu malam, ummu walad itu kembali mencaci dan merendahkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Laki-laki itu lalu mengambil pedang dan meletakkan di perut budaknya, dan kemudian ia menekannya hingga membunuhnya. Akibatnya, keluarlah dua orang janin dari antara kedua kakinya. Darahnya menodai tempat tidurnya.

Di pagi harinya, peristiwa itu disebutkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan orang-orang dan bersabda:

“Aku bersumpah dengan nama Allah agar laki-laki yang melakukan perbuatan itu berdiri sekarang juga di hadapanku”.

Lalu, laki-laki buta itu berdiri dan berjalan melewati orang-orang dengan gemetar hingga kemudian duduk di hadapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata:

“Wahai Rasulullah, akulah pembunuhnya. Wanita itu biasa mencaci dan merendahkanmu. Aku sudah mencegahnya, namun ia tidak mau berhenti. Dan aku pun telah melarangnya, namun tetap saja tidak mau. Aku mempunyai anak darinya yang sangat cantik laksana dua buah mutiara.

Wanita itu adalah teman hidupku. Namun kemarin, ia kembali mencaci dan merendahkanmu. Kemudian aku pun mengambil pedang lalu aku letakkan di perutnya dan aku tekan hingga aku membunuhnya”. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Saksikanlah bahwa darah wanita itu sia-sia.”(Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4361, An-Nasaa’iy no. 4070, dan yang lainnya, shahih)

Makna darahnya sia-sia adalah, tak boleh ada balasan atas pembunuhnya dan tak boleh dikenakan diyat (tebusan darah). Jadi darahnya halal alias boleh dibunuh.

Demikian juga sikap para sahabat pasca wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam menyikapi kasus penghinaan terhadap Islam, mereka tidak berbeda dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Laits bin Abi Sulaim meriwayatkan dari Mujahid bin Jabr berkata: “Seorang laki-laki yang mencaci maki Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dihadapkan kepada khalifah Umar bin Khathab, maka khalifah membunuhnya.

dalam hal ini, para ulama tidak ada yang berbeda pendapat bahwa orang yang mencaci maki Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika dia seorang muslim maka ia wajib dihukum mati. Perbedaan pendapat terjadi ketika orang yang mencaci maki adalah orang kafir dzimmi. Imam Syafi’i berpendapat ia harus dihukum bunuh dan ikatan dzimmahnya telah batal. Imam Abu Hanifah berpendapat ia tidak dihukum mati, sebab dosa kesyirikan yang mereka lakukan masih lebih besar dari dosa mencaci maki. Imam Malik berpendapat jika orang yang mencaci maki Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam adalah orang Yahudi atau Nasrani, maka ia wajib dihukum mati, kecuali jika ia masuk Islam. Demikian penjelasan dari imam Al-Mundziri. (‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, 12/11)

Bagaimana jika Pelakunya Bertaubat?

Para ulama berselisih pendapat tentang orang-orang yang mencela Allah, Rasul-Nya dan kitab-Nya, apakah taubatnya diterima atau tidak ?

- Taubatnya tidak di terima. Pendapat ini dipegang oleh masyhur ulama hanabilah bahkan ia dibunuh dalam keadaan kafir, tidak disholatkan dan tidak dido’akan dengan rohmat, serta di kuburkan di suatu tempat yang jauh dari kuburan orang-orang muslim.
Karena istihza’ adalah bagian yang cukup serius dan tidak perlu taubat bagi pelaku tersebut.
- Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa taubatnya diterima jika kita mengetahui kejujuran taubatnya dan meyakini serta menetapkan bahwa dirinya salah. Hal ini didasari oleh keumuman dalil tentang diterimanya taubat. Firman Allah Ta’ala:

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.Az-zumar : 53)

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa: 48)

Orang yang menghina Allah diterima taubatnya dan tidak dibunuh, dalam hal ini bukan karena berkenaan dengan hak Allah atau hak rasul. Akan tetapi karena Allah mengkabarkan kepada kita dengan pemberian maaf-Nya bagi hamba-Nya yang bertaubat kepada-Nya, karena Allah Maha Pengampun atas segala dosa. Sedangkan orang yang menghina Rasul itu terklasifikasi dalam dua hal :

- Karena perkara syar’i, yaitu karena beliau sebagai utusan Allah Ta’ala. Dan dalam hal ini jika pelaku tersebut bertaubat maka taubatnya diterima.
- Karena perkara pribadi, yaitu karena ia adalah salah satu dari para rasul. Dan dari segi ini ia wajib dibunuh karena ini adalah hak rasul. Dan ia dibunuh setelah ia bertaubat meskipun ia adalah muslim.

Ada sebagian manusia yang mencela Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan taubatnya di terima tanpa dibunuh, tetapi ini adalah pada waktu Rasulullah masih hidup dan telah mengguggurkan haknya. Tapi setelah beliau meninggal, kita tidak tahu apakah beliau mengguggurkan haknya atau tidak. Maka kita hanya menjalankan apa yang kita pandang wajib terhadap hak orang yang menghina beliau.

Kemudian kalau ada yang mengatakan: “Kita kan gak tahu apakah Rasul memaafkan atau tidak, bukankah ini mewajibkan kita untuk bertawaquf?.” Maka kita katakan, tidak wajib untuk tawaquf, karena mafsadah (kerusakan) itu ada karena celaan. Bukankah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering memaafkan orang yang mencelanya? Ya, tetapi kalau itu terjadi ketika Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup akan menghasilkan maslahat dan ta’lif (melembutkan hati). Seperti beliau mengetahui para munafiqin dan beliau tidak membunuh mereka, supaya orang tidak mengatakan bahwa Muhammad telah membunuh sahabatnya. Ibnu Qoyyim berkata, ”Sesungguhnya hanya di masa Rasulullah saja tidak ada hukuman pembunuhan terhadap orang yang diketahui munafik.” Artinya setiap pelaku yang menghina ajaran islam akan dihukumi kafir.

Demikianlah sikap Islam ketika ada sebagian orang yang melecehkan ajarannya. Keputusannya tegas bahwa setiap orang yang melecehkan nilai-nilai syariat harus dihukumi mati. Karena bagaimanapun juga, penghinaan mununjukkan kemunafikan atau kebencian seseorang terhadap apa yang dilecehkannya. Dan sifat ini sangat berlawanan dengan prinsip keimanan itu sendiri. Sehingga jika ada orang muslim yang mengolok-olok ajaran Islam, maka dia dihukumi murtad bahkan para ulama sepakat bahwa orang tersebut tetap dihukumi kafir meskipun dia dalam keadaan jahil.Wallahu’alm bishawab.

Rabu, 30 November 2016

Sahabat

WASPADALAH MEMILIH 'SAHABAT

JANGAN MENJADIKAN SAHABAT,ORANG YANG TIDAK MEMBANGKITKAN SEMANGAT KITA KEPADA ALLAH TA'ALA DAN PERKATAANNYA TIDAK MEMIMPIN KE JALAN ALLAH SUBHANNAHU WA TA'ALA.

Syaitan akan senantiasa mencari jalan untuk menghalang dan menyesatkan orang yang coba berjalan di atas jalan yang lurus.

Katakanlah: “Patutkah kita menyeru serta menyembah yang lain dari Allah, sesuatu yang tidak memberi manfaat kepada kita dan tidak dapat  mendatangkan mudarat kepada kita; dan (patutkah) kita dikembalikan mundur ke belakang (menjadi kafir musyrik) setelah kita diberi hidayah petunjuk oleh Allah (dengan agama Islam), seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan-syaitan di bumi (di tempat yang lengang) dalam keadaan bingung, sedang ia pula mempunyai sahabat-sahabat yang mengajaknya ke jalan yang lurus (dengan berkata kepadanya): ‘Marilah bersama-sama kami’.  Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah sebenar-benar petunjuk, dan kita diperintahkan supaya berserah diri kepada Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian makhluk”.
( Ayat 71 : Surah al-An’aam )

Bisa saja kamu keliru memilih sahabat karena menganggap kamu benar memilihnya menjadi sahabat,hingga tidak sadar bahwa kamu bersahabat dengan orang yang lebih rendah keadaan ruhaninya dari dirimu.

Orang yang melakukan perjalanan cenderung membawa sahabat bersama-samanya.Ada sahabat berfungsi sebagai 'khadam'. Ada sahabat yang berguna untuk berbicara dan ada sahabat yang boleh menjadi penunjuk jalan.

Muhajirin (orang yang berhijrah) kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya TIDAK MEMERLUKAN 'khadam'.

Dia mungkin memerlukan sahabat berbicara, tetapi yang sangat diperlukannya ialah sahabat yang boleh menjadi penunjuk jalan.

Seseorang haruslah berhati-hati dalam memilih sahabat penunjuk jalan.
Orang yang hendak dijadikan pembimbing itu hendaklah seorang yang boleh membangkitkan semangat untuk bersungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan perkataannya mengandungi hikmah yang menggerakkan hati agar menghadap Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Orang yang layak membimbing orang lain pada jalan keruhanian adalah orang yang telah menempuh sendiri jalan tersebut dan telah mengalami hal-hal (hakikat-hakikat) serta memperolehi makrifat.
Mungkin sukar untuk kita mengetahui hal sebenar orang yang demikian,namun, sekiranya diperhatikan, pengalaman dan pencapaiannya terbayang pada kelakuan/tindakan dan ucapannya.

Kelakuan/tindakannya membangkitkan semangat orang di sekelilingnya agar beramal bersungguh-sungguh bagi mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala.

Perkataannya pula  mengandung nasehat dan pengajaran yang menggerakkan hati supaya menghadap kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Apabila orang yang sedang menjalani jalan keruhanian bersahabat dengan orang arif yang demikian, dia akan dapat menghilangkan kekeliruan yang mungkin dialaminya semasa pengembaraannya. Sekiranya si salik memilih sahabat dari kalangan orang yang tidak pernah mengalami zauk hakikat dan makrifat dan kedudukan keruhanian orang tadi jauh lebih rendah daripadanya, si salik itu tidak akan mendapat bimbingan yang diharapkannya.

Kehadiran sahabat yang demikian mungkin tidak membangkitkan semangat untuk berbuat taat kepada Allah dan ucapannya tidak melahirkan keghairahan menghadap Allah .

Lebih bahaya lagi jika dia memberi petunjuk yang salah kepada si salik. Kemungkinan terjadi si salik melakukan kesalahan tetapi dia tidak menyadari akan kesalahan tersebut, dan sahabatnya juga tidak menyadarinya.

Si salik itu terus berpegang pada pendapat yang salah dan sahabatnya memberi dukungan. Dia menganggap benar apa yang sebenarnya salah. Sekiranya perkara yang salah itu melibatkan soal akidah, kemungkinan salah iktikad itu membawa kepada kekufuran.

Bertambah jauh perjalanan bertambah banyak perkara pelik yang dialami dan kekeliruan yang dihadapi menjadi bertambah sulit. Hanya sahabat yang terdiri daripada orang arif dapat menerangkan setiap pengalaman keruhanian yang dilalui dan menyingkap segala kekeliruan yang dihadapi.

Jadi,waspadalah dalam memilih sahabat,sebab,Orang yang dikelirukan/dibelokkan oleh syaitan tidak dapat mengenali sahabat yang benar-benar mengajak kepada petunjuk Allah.
Syaitan membuatnya menjadi bingung, lalu dia menyangka bahwa dia sudah berada di atas jalan yang lurus sedangkan dia telah salah jalan.
Jadi,Sahabat memainkan peranan yang penting dalam membantu seseorang mencari yang hak.

Selamat datang Al-Jama'ah yang akan merapatkan shof di Monas dalam Ibadah Akbar 212.
Tabarakallah. :)

Rabu, 23 November 2016

Speaker Audio Al-Qur'an Lengkap

Speaker Al-Qur'an Lengkap + Remote

Per Ayat,

Per Juz :

Abdullah Basfar,

Mishary Rasyid,

Ali Hudaifi,

Abdurrahman Sudais.

Per Surah :

Sa'ad Ghamidi,

Ahmad Misbahi ( Qori Cilik ),

Abdullah Basfar,

Minshawi,

Mishary Rasyid.

Per Halaman : 

Abdul Basit

Abdullah basfar.

Murottal Muhammad Thaha,

Murottal Ahmad Saud,

Murottal Maghfirah M Husein,

Ustadz Maulana Yusuf ( menantu AA GYM ).

Dilengkapi dengan :

Metode Talaqqi,

terjemahan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris,

Hadits Arba'in,

MP3 Al-Matsurat dan Ayat ayat Ruqyah,

Asmaul Husna,

Adzan,

Doa Doa

Dengan membeli Speaker Al-Qur'an ini saudara/saudari telah ikut berinfaq,
sebagian keuntungan akan kami sumbangkan kepada anak anak yatim asuhan kami,
kami juga menerima orderan partai besar untuk rumah Tahfidz Al-Qur'an,Madrasah,TPQ dsbnya dengan harga khusus.

Catatan : untuk warna sesuai dengan stock kami yang ada.

jazakallahu khairan khatsira,
wassalam,
Diary Aura Store

Minggu, 20 November 2016

Do'a

Dalam surat ar-Rahman tercantum bahwa Setiap yang ada di langit dan bumi memohon kepada-Nya,dan setiap saat Allah selalu dalam kesibukan (beraktivitas). ayat ini mengekspresikan tema eksistensi yang penting. Setiap saat, semua makhluk, dari yang sebesar galaksi sampai partikel terkecil, selalu memohon dan menerima anugerah pemeliharaan, baik secara fisik maupun ruhani.tak ada satupun makhluk yang tidak memohon kepada Allah ta’ala, tetapi masing-masing menerima jawaban sesuai dengan tingkat permohonannya.
Jadi sebagian dari “kesibukan” Tuhan adalah memberi jawaban atas doa. Respon Tuhan secara intrinsik adalah keniscayaan, sebab Dia-lah yang mewajibkan hamba-Nya berdoa dan Dia pula yang berjanji menjawabnya. Ini adalah hubungan timbal-balik: Tuhan dan hamba adalah yang meminta sekaligus yang diminta---> (talib ma matlub).

Barangsiapa menjawab “panggilan” Tuhan melalui Hukum Wahyu, maka Tuhan akan menjawab permintaan hamba-Nya yang memenuhi panggilan-Nya. Maka, pada hakikatnya,semua permintaan tertuju kepada-Nya, sebab tidak sesuatupun (wujud) selain Allah.

Karena selalu ada jawaban dari Allah atas permintaan kita, maka kita seharusnya menyadari betul hal-hal yang  dimintakan.

“Allah lebih dekat kepada hamba-Nya ketimbang urat lehernya.” Disini Allah membandingkan kedekatan-Nya dengan hamba-Nya dengan kedekatan hamba dengan dirinya sendiri.
Ketika seseorang “meminta” dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu dan kemudian ia bertindak, maka tak ada jeda waktu antara permintaan dengan respon.
Momen meminta pada esensinya adalah momen menjawab. Jadi kedekatan Tuhan dalam menjawab hamba-Nya adalah sama dengan kedekatan hamba dalam menjawab permintaan pada dirinya sendiri.

Pada hakikatnya, dibalik setiap permintaan ada satu tujuan utama:
---> memandang segala sesuatu dari perspektif riil. Dalam pengertian ini, setiap doa adalah sebentuk “mengingat” atau --> zikir.

Saat membaca doa, seseorang [seharusnya] tidak sekadar membaca berulang-ulang secara mekanis, tetapi sembari menghayati dan menyadari serta mengakui Kehadiran Tuhan.

Ini berarti ia harus mengingat-Nya dengan sepenuh hati. Jika ia sampai pada level ini maka doa menjadi ingatan timbal-balik,
“Ingatlah Allah dan Allah akan mengingatmu.”

Bentuk doa yang paling intim adalah munajat, semacam dialog dengan Allah Ta'ala.
Membaca teks doa hanya satu bagian. Bagian lain yang lebih penting adalah “situasi dialog yang akrab” dengan Allah, mengingat-Nya sepenuh hati, mengundang-Nya dan, karena itu, diundang oleh-Nya.
Maka dengan berdoa seseorang sesungguhnya juga “kembali” kepada hakikat dari kenyataan, sebuah tindakan “kembali” ke asal yang mesti diulang secara konstan.

Semua mursyid yang sebenar benarnya mursyid menekankan bahwa hal ini tidak bisa dicapai melalui proses intelektual biasa, tetapi melalui hati (qalb), sebab hati adalah cermin yang memantulkan tajalli Ilahi dan, karenanya, hanya hati yang bisa “melihat” manifestasi ilahi.

Kapasitas hati untuk melihat inilah yang mentransformasi doa dari bentuk pengulangan doa menjadi sebuah percakapan yang bermakna dan intim.

Karena doa adalah percakapan yang intim, maka ia adalah juga zikir.

Dan barangsiapa mengingat Allah, ia bersama dengan Allah dan “duduk” bersama-Nya… dan barangsiapa yang “duduk” bersama Allah dan memiliki mata batin yang jernih, ia akan “memandang teman duduknya.” <--- Ini adalah mushahadah.

Jika dia tak memiliki mata batin maka dia tak akan mampu melihat-Nya. Sesungguhnya melalui penglihatan batin dalam doa inilah orang yang berdoa akan mengenali maqom spiritualnya.”

Doa yang sejati adalah doa yang diiringi dengan kesadaran penuh akan kehadiran Allah Ta'ala yang meliputi segala sesuatu, dan karenanya menyadari bahwa diri pendoa adalah “bagian terbatas” dari “Dia" tetapi tanpa menambah atau mengurangi Dzat-Nya. Dzat-Nya akan tetap sebagaimana adanya tanpa penambahan atau pengurangan meski Dia bertajalli terus menerus tanpa terbilang. Ini berarti seseorang melangkah dari ketidak hadiran ke dalam Kehadiran Ilahi, dan karena itu doa hamba pada level ini sesungguhnya diilhamkan kepadanya oleh Tuhan yang Maha Mengetahui, dan karena itu, jawaban atas doa hamba adalah seketika, tanpa jeda .

“Dia setiap saat dalam kesibukan.”
---> Saat permintaan dan jawaban terjadi serentak, kita menyebutnya ijabah. dan di antara kelompok orang yang paling sering mencapai momen pertemuan “permintaan dan jawaban” adalah orang yang suci hati dan pikirannya,yang haqul yaqin,yang dekat pada Allah Ta'ala.

Wa Allahu a’lam :)

Rabu, 16 November 2016

Toleransi

Jaga Akidahmu di zaman Fitnah ini,jangan kau jual Akidahmu ,
Tidak ada Toleransi dalam hal Akidah !

Di dalam Islam, juga dikenal istilah toleransi.
Toleransi itu namanya ---> tasamuh .

Tasamuh(toleransi) itu di dalam Islam hanya berkenaan dengan masalah – masalah duniawiyyah / masalah kemasyarakatan di dunia saja---> Muamalah.

Sedangkan dalam masalah i’tiqad / aqidah Islamiyyah juga dalam masalah syari’ah tidak ada toleransi di dalamnya.

Catat !!! Tidak ada !!

Ngaku berilmu,ngaku paham tauhid,ngaku makrifat tinggi, tapi tidak kenal ala amrillah ! Tidak paham hukum dan aturan Allah. Akidah terjual demi toleransi salah kaprah.

Ketahuilah,
Semua sudah tersusun rapi dan teratur di dalam satu aturan / perundang – undangan yang berasal langsung dari Allah (Tuhan Segala makhluk) dengan sistem aturan dari-NYa.

Banyak orang yang tidak tau apa – apa tentang ad-din (agama) ini dan berkata : “ayat toleransi dalam Islam adalah surat Al Kaafiruun ayat 6, yakni :untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”

Dengan kejahilan (kebodohan) mereka, mereka menjadikan Al Kaafiruun : 6 sebagai dalil toleransi antar ummat beragama.
Padahal,
Dari sebab – sebab turunnya ayat itu (asbabun nuzul) sendiri sudah terlihat bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salaam TIDAK MAU BERTOLERANSI dalam masalah AKIDAH.

Sangat jelaslah ketika itu para dedengkot kekafiran seperti Al-Walid bin Al-Mughirah, Al-'Ashi bin Wa-il, Al-Aswad bin Muthalib dan Umayyah bin Khalaf menemui Rasulullah dan berkata: "Wahai Muhammad! Mari kita bersama - sama menyembah apa yang kami sembah dan kami akan menyembah apa yang engkau sembah dan kita bersekutu dalam segala hal dan engkaulah pemimpin kami." Lalu para kafir itu pun menjanjikan beberapa imbalan seperti harta yang berlimpah, sehingga akan membuat Rasulullah menjadi lelaki yang terkaya di kota Makkah, juga mereka (kafir Quraisy) akan menikahkannya dengan wanita – wanita yang cantik. Lalu mereka berkata :
“Semuanya itu adalah untukmu, hai Muhammad, asal kamu cegah dirimu dari mencaci maki tuhan - tuhan kami dan jangan pula kamu menyebut - nyebutnya dengan sebutan yang buruk. Jika kamu tidak mau, maka sembahlah tuhan-tuhan kami selama setahun dan kami akan mengikuti pula agamamu selama setahun.”
Tapi, apa jawab orang yang Allah telah pilih menjadi kekasih-Nya itu :
“"Tunggulah sampai ada wahyu yang turun kepadaku dari Rabbku." Lalu seketika itu, Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya :
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS.Al Kaafiruun : 1-6).

Lalu Allah menurunkan firman-Nya lagi, Katakanlah: "Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?" (Az Zumar : 64).

Setelah mendengar keterangan itu, lalu pergilah mereka dengan tangan hampa dan dalam keadaan hina dina.
Jadi sangatlah jelas bahwa Allah melarang Rasul-Nya untuk bertoleransi dalam masalah aqidah dan syari’ah kepada orang kafir bahkan di ayat itu juga, secara tidak langsung Allah melalui Nabi-Nya menyuruh ummatnya agar menyebut mereka (yang bukan Islam) dengan sebutan Kafir (orang yang ingkar kepada Allah). Tidak pernah Allah menyebut mereka ataupun orang semacam mereka dengan sebutan “Yaa Ayyuha Ghoirul Muslimuun (Wahai, orang – orang non-Islam)”, tapi Allah menyebut mereka dengan sebutan “Yaa Ayyuhal Kaafiruun (Wahai, orang – orang kafir) <---- kalimat ini agak terdengar kasar bagi orang Indonesia nih, ga terima disebut kafir, padahal, itulah sebutan langsung dari Allah untuk mereka, dan kita wajib mengikutinya. Tidak oleh membantahnya. Hal itu semata – mata hanya untuk menyatakan bahwa Islam tidak bisa bertoleransi dalam hal aqidah.

Dan ayat ---> ‘Lakum Diinukum WaLiyadiin’ BUKANLAH ayat toleransi, melainkan ayat PENEGASAN untuk TIDAK mengikuti apa – apa yang orang kafir suruh kepada kita ummat Islam. Disinilah banyak yang salah kaprah.

Pahamilah,
Aqidah adalah sebuah keyakinan yang menentukan keselamatan manusia di masa yang akan datang yakni ---> darul ahirat.

Adapun aqidah yang di ridhai Allah adalah aqidah islam yang telah di amanatkan kepada para rasul untuk di sampaikan kepada umatnya, termasuk ajaran Islam yang di sampaikan Rasulullah Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam.

Saat sosialisasi aqidah tauhid yang dilakukan Rasulullah di Mekah banyak penolakan dari pada kaum quraisy dimana aqidah ini pertama kali diturunkan, namun karena kegigihan dan ketidak putus asaan Rasulullah maka lambat laun banyak juga yang tertarik dan bersedia mengikuti ajaran tauhid ini.

Melihat keberhasilan dakwah Islam itu maka  beberapa tokoh pentolan kaum Quraisy yang masih mempertahankan ajaran nenek moyang merasa mendapatkan ancaman akan habisnya para pemeluk tradisi berpindah ke agama baru yakni ---> aqidah tauhid dinul islam yang jelas-jelas berseberangan dengan kepercayaan nenek moyang mereka.

Sebetulnya, tidak ada bedanya antara toleransi ummat beragama zaman ini dengan toleransi ummat beragama zaman dulu (yakni zaman Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wassalam dan para Shahabatnya RA), dimana toleransi itu hanya sebatas mu’amalah duniawi saja.

Bahkan, jika dilihat kenyataannya saat ini kaum Kafir tidak ada sikap toleransinya sama sekali terhadap kaum Muslimin. Bahkan masalah duniapun mereka memusuhi ummat yang telah dibangun atas dasar tauhid ini.

Telah benarlah firman Allah Ta’Ala :
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).’ Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS.Al Baqarah : 120).

“Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi.” (QS.Ali Imran : 118).

Dari Shahabat Abu Hurairah ra; Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wassalam bersabda : “Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh penipuan, dimana PENDUSTA DIBENARKAN, sedangkan ORANG JUJUR DIDUSTAKAN, PENGKHIANAT DIPERCAYA, sedangkan ORANG AMANAT DIANGGAP PENGKHIANAT, Pada masa itu Ruwaibidhah berbicara.” Beliau Shallallahu'Alaihi Wassalam ditanya : “Apakah Ruwaibidhah itu wahai Rasulullah ? Beliau Rasulullah bersabda : “Orang bodoh yang berbicara tentang persoalan (masalah) yang banyak.”
(HR. Ibnu Majah no. 4023, Ahmad no. 7571, dan Al-Hakim no. 8708. Dinyatakan HASAN oleh Ahmad Syakir, dan SHAHIH oleh Ibnu Katsir dan Al Albani dalam Silsilah Al Ahadist Ash Shahihah no. 1887 dan Shahih Al Jami’ Ash Shagir no. 3650)

Jadi,
toleransi kaum kafir terhadap kaum Muslim hanyalah isapan jempol semata. Mereka memusuhi kaum Muslim dengan permusuhan yang besar.
Bahkan sampai – sampai, mereka mampu membuat lidah saudara – saudara kita (yang awam) latah (ikut – ikutan) menyebut saudara/saudarinya sebagai ‘teroris’,menghina saudara islamnya dan membela kaum kafir dan munafik !

Dan orang-orang yang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana ditanah yang datar yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu, dia tidak mendapatinya sesuatu apapun (QS.An-Nur 39).

Perumpamaan orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (didunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (QS.Ibrahim 18).

Islam mengakui adanya perbedaan, tetapi tidak boleh dipaksakan agar sama sesuatu yang jelas-jelas bebeda.

Diakhir surah dikatakan; “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”, karena tidak mungkin agama kita dicampur-adukkan dengan agama mereka. Islam meyakini bahwa Tuhan sama sekali tidak bisa disamakan dengan makhluk, sedangkan mereka menyembah seorang Nabi (makhluk) yang mereka yakini sebagai tuhan (kristen). Islam meyakini Tuhan Maha Esa dan tidak boleh dipersekutukan dengan lain, sedangkan mereka menyembah tuhan (dewa-dewa) yang dijelmakan dalam banyak patung (hindu, budha dan konghucu). Ini bagaikan air dan minyak, tidak mungkin disatukan!

Lantas bagaimana bisa dikatakan bahwa esensi tuhan semua agama sama, hanya cara penghormatannya yang berbeda?, sehingga setiap manusia yang saleh didalam agamanya masing-masing akan masuk syurga juga. Seperti yang dikampanyekan oleh orang-orang liberal itu.

Islam sendiri tidak pernah memaksa orang lain untuk masuk ke dalam Islam. “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam),” (QS.Al Baqarah : 256)

Tapi perlu diingat, masih ada lanjutan dari satu ayat itu: “sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS.Al Baqarah : 256).

Islam tidak mengenal paksaan, karena paksaan hanya melahirkan ketidak setiaan bahkan ketidak ikhlasan, oleh karena itu Islam hanya mengenal ajakan. Ajakan kepada Islam adalah dakwah Islamiyyah yang mengajak manusia yang masih berkubang di dalam lumpur kejahiliyahan (kebodohan / ketidak pahaman masalah ad-din) ke dalam cahaya yang terang benderang.

Oleh karena itu al-Islam juga bermakna yang membedakan antara yang Haq (Jalan yang Benar) dengan yang Bathil (Jalan yang Sesat).

Di dalam membedakan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat / bathil, Islam tidak mengenal kompromi apalagi toleransi, karena itu menyangkut hal yang prinsip (aqidah).
Jadi, inti dari ayat ‘tidak ada paksaan dalam Islam’ itu tidak ada hubungannya dengan kompromi atau toleransi dengan kekafiran dan kemaksiyatan. Tiap tiap yang mengaku ummat Islam wajib menyebarkan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia guna menancapkan kemuliaan Islam yang didasari dengan akhlak dan prinsip (aqidah) yang baik.

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS.Al Ma’idah : 67[u1] )

Orang orang kafir menginginkan agar kita sebagai ummat Islam mau mengikuti tata cara mereka sebagai salah satu toleransi / loyalitas pada mereka.
Padahal Islam sangat melarang berloyalitas pada kaum Kafir karena loyalitas yang dilakukan akan menimbulkan al-Muwaalaah(kecintaan) pada si kafir, jika sudah cinta, maka Allah berfirman :
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah.” (QS.An Nisaa’ : 89)

Kita dilarang menjadi penolong dalam agama agama mereka. Seperti, mereka menginginkan kita ikut serta dalam perayaan hari raya mereka. Mereka juga menginginkan kita mensahkan apa apa yang mereka lakukan, seperti minum khamr, makan daging daging yang haram (anjing, babi, dsb), membuat rumah ibadah mereka berzina, pacaran, mengghibah, dan lainnya. Yang pada akhirnya, mereka menyuruh agar kita menghargai pemurtadan yang mereka lakukan.

Maka dari itu, kita harus mempunyai sikap ---> al-Mu’aadaah (membenci).

Membenci siapa yang dimaksud ? Membenci karena Allah, membenci apapun yang bertentangan dengan hukum Qur’an dan Sunnah, membenci siapapun yang membenci Allah dan Rasul-Nya, membenci apa apa yang selain Allah.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda : “Siapa saja yang mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, memberi karena Allah dan melarang karena Allah, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan imannya.” (HR. Abu Daud, dishohihkan oleh Al Abani).

Dan siapa saja yang mencintai tidak karena Allah dan membenci tidak karena Allah, bahkan dia membenci Allah, Rasul, dan penganut agama-Nya, maka ia telah Kafir. Atau membenci Allah saja maka ia sudah Kafir. Atau membenci Rasul-Nya saja maka ia juga Kafir, atau membenci penganut agama-Nya saja, maka ia juga telah Kafir.

Jadi pada intinya, orang orang kafir menginginkan kita bertoleransi terhadap mereka dengan cara kita (kaum Muslimin) harus :
---> Mengikuti perayaan hari besar / raya mereka, seperti ; Natal bersama, Nyepi bersama, Paskah bersama, perayaan hari valentine, perayaan malam tahun baru serta ikut serta dalam pembuatan / memeriahkan hari besar mereka.
---> Mengikuti atau membenarkan apa – apa yang mereka lakukan, seperti ibadahnya mereka, minum minuman haramnya mereka, seks bebas, pemurtadan yang mereka lakukan, dll.
---> Menampakkan kebahagiaan / kesenangan jika hari raya mereka tiba.

Kesemuanya itu adalah HARAM dilakukan oleh ummat Islam, bahkan tidak boleh terlintas di dalam hati ummat Islam sedikitpun.

Dari Abu Sa'id al-Khudry bahwasanya Rasulullah -shallaLLahu 'alaihi wa sallam- bersabda: "Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (cara/metode) orang-orang sebelum kamu, sejengkal-demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga andaikata mereka menelusuri / masuk ke lubang biawak, niscaya kalian akan masuk ke dalamnya juga. Para Shahabat –radhiyaLLahu ‘anhum ‘ajma’in- bertanya : "Wahai Rasulullah! Apakah (mereka itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?". Beliau -shallaLLahu 'alaihi wa sallam-  bersabda: "Siapa lagi (kalau bukan mereka).”(HR. Bukhari).

Islam Melarang Mengambil Orang – Orang Kafir Sebagai Teman,sebagai wali, sebagai pemimpin,sebagai sultan.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu), sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zholim." (QS.Al Maa’idah: 51)

Ibnu Hazm telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa loyal (wala’) pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. (Kitab Al Muhalla, Ibnu Hazm, jilid 11, hal 138)

Bahkan, Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan dari Muhammad bin Sirin, dia berkata: Abdullah bin 'Utbah berkata: "hendaknya salah seorang mereka berhati-hati agar tidak menjadi Yahudi dan Nashrani tanpa disadarinya, berdasarkan ayat ini."

Islam melarang kita menjadikan orang – orang kafir dan musyrik sebagai pemimpin, karena dikhawatirkan bahkan diyakini bahwa mereka akan memimpin dengan kekafiran, kemaksiatan dan kebodohannya. Islam juga melarang mengambil mereka sebagai teman dekat (shahabat), dikhawatirkan dia (si kafir) akan menjerumuskan kita ke dalam kekafirannya.

Rasulullah ShallaLLahu 'alaihi wa sallam- pernah berpesan : “Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Di hadits tersebut Rasulullah ShallaLLahu 'alaihi wa sallam memberikan pesan yang tersirat, bahwa kita harus mengambil orang Mukmin saja sebagai teman.

Bahkan orang orang Muslim yang mengambil orang orang kafir sebagai teman dekat(sahabat), diancam oleh Allah dengan siksaan yang pedih,

“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,” (QS.An Nisaa’ : 138)

Siapa yang dimaksud dengan orang orang munafik ?

“(yakni) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Alloh.”(QS.An Nisaa’ : 139)

Akan tetapi, Islam membolehkan kita berbuat adil terhadap orang kafir, dengan catatan ; si kafir tersebut TIDAK MEMERANGI DAN MEMBENCI KAUM MUSLIMIN.TIDAK MELECEHKAN ULAMA,TIDAK MENGHINA AL-QUR'AN,TIDAK MENGHINA NABI,TIDAK MENGHINA ALLAH TA'ALA.

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang TIDAK MEMERANGIMU karena agama dan TIDAK JUGA MENGUSIR KAMU dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS.Al Mumtahanah : 8).

Jika si kafir tidak memerangi dan membenci kaum Muslimin karena agama juga tidak mengusir kita dari negeri kita (tidak menjajah). Maka kita boleh berbuat adil kepada mereka (yakni, memberikan hak haknya). Berbuat adil disini bukan berarti loyal (mencintai serta menjadi penolong) terhadap mereka. Tetap, kita tidak boleh bertoleransi dalam hal aqidah. Tetap kita harus berlepas diri dari kekufuran mereka.

Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat tersebut : “Allah tidak melarang kalian berbuat ihsan(baik) terhadap orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin dalam agama dan juga tidak menolong mengeluarkan wanita dan orang-orang lemah, yakni Allah tidak melarang kita untuk berbuat baik dan berbuat adil kepada mereka. Karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muhaqqiq: Sami bin Muhammad Salamah, jilid 8 hal 90, terbitan Dar At Thoyibah, cetakan kedua, 1420 H).

Islam Menghargai Pluralitas Agama Tapi Tidak Untuk Pluralisme Agama.

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS.Huud : 188 – 119)

Imam Qotadah menjelaskan : “Kalaulah Allah menghendaki, tentu Dia akan menjadikan seluruh umat manusia ini sebagai Muslimin.” (Kitab Jami’ul Bayan  jilid 7, hal 137 nomor 18712)

“Tetapi mereka senantiasa berikhtilaf (berselisih pendapat) … .” Dari perselisihan itu bercerailah antara dua kubu, sebagian menjadi Kafir dan sebagian lagi menjadi Mukmin.

Seorang kafir berhak untuk tetap dalam agamanya, tapi di akhirat, ia harus mempertanggung jawabkan atas pilihannya itu. Tapi tetap, kaum Muslim wajib mengajak mereka dengan seruan Islam.

Islam pun menghargai adanya pluralitas (kemajemukan, keberagaman, perbedaan) agama selama kemajemukan itu tidak memerangi, menistai dan melecehkan agama Islam, akan tetapi Islam tidak menerima pluralisme agama.

Jika pluralitas diubah menjadi isme (suatu paham yang harus diyakini keberadaannya) maka otomatis Islam harus membenarkan keimanan / prinsip dasar orang kafir. Maka dari itu, ajaran Islam menolak pluralisme agama dan tidak memungkiri adanya pluralitas agama.

Perlu diketahui, kesesatan pluralisme dalam beragama bisa berdampak buruk :
---> Akan munculnya orang – orang yang bodoh (jahil) dalam perkara ad-din (agama), karena semua agama dijadikan satu dan diaduk secara sistematis dengan pemikiran yang berasal dari akal insani dan membuang wahyu Ilahi Yang Suci. Jika sudah begitu, maka lahirlah orang orang bodoh yang berpengetahuan agama yang kosong.
---> Akan munculnya kesesatan dimana mana, karena kebodohan dalam perkara agama.

Orang orang yang mengusung ideologi pluralisme agama akan menafsirkan ayat ayat suci berdasarkan percampur adukkan dari semua agama.
Jika sudah begitu, agama bukan lagi suatu produk Allah Subhannahu wa Ta'ala, tapi sudah berupa produk dari manusia .
---> Akan terjadi kemaksiatan dimana mana. Agama mengajarkan menyeru orang untuk berbuat baik / ma’ruf dan mencegah dari hal hal yang munkar / maksiat.

Jika pluralisme agama sudah merebak di suatu masyarakat, maka hal hal yang ma’ruf akan dianggap menjadi hal yang munkar / maksiat, sedangkan hal hal yang munkar / maksiat dianggap sebagai hal hal yang ma’ruf / baik.

Jika sudah begitu, orang orang yang tidak mau agamanya dilecehkan, dinistakan bahkan dicampur aduk dengan agama lain, mereka akan mempertahankan agamanya dengan caranya sendiri.

Maka dari itu, Islam sangat menolak apapun bentuk pluralisme dalam beragama. Dan tiada toleransi maupun kompromi dengan pluralisme agama. Karena itu (pluralisme agama) bisa menjadi indikasi senjata orang orang kafir untuk menghancurkan agama Allah Yang Mulia ini.

“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS.Ali Imran : 54).

Pada intinya, Islam tidak mengajarkan toleransi dan kompromi dalam masalah yang sifatnya i’tiqadiyyah (aqidah / prinsip) atau yang berkaitan dalam masalah ukhrowi / akhirat seorang Muslim.

Dan haram bagi ummat Islam untuk membenarkan aqidah keimanan orang orang kafir dan musyrik serta bergembira atau ikut ikutan pada acara hari raya mereka.

Dan ummat Islam dilarang mengikuti fatwa fatwa sesat orang orang yang bergelar akademis tinggi sekalipun, yang membolehkan bertoleransi kepada kaum kafir dalam masalah masalah yang terkait di atas. Mereka sengaja memadamkan cahaya agama Allah dengan pemikiran pemikiran mereka dengan cara memanipulasi hujjah dan argumentasi serta melecehkan ayat ayat  Al Qur’an Yang Suci.

Dan ummat Islam tidak boleh tertipu dengan orang orang semacam itu.

Allahu a'lam. :)

Minggu, 13 November 2016

Doaku

Do'aku ditengah tipu daya manusia manusia yang ingin melemahkan akidah umat islam :

Wahai, Tuhanku, aku bermohon dari-Mu akan cahaya dan bimbingan, dan amal yang shaleh. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan hawa nafsuku dan dari segala bentuk kejahatan yang akan menjauhkanku dari-Mu. Tiada Tuhan selain Engkau. Murnikan jiwaku dari keragu-raguan akan janji-Mu dan karakter palsuku, dari malapetaka dunia akhirat dan kelalaian Mendzikiri-Mu. Anugerahilah aku pengabdian sejati, yang membuatku mentaati-Mu dalam setiap keadaanku.

Wahai, Engkau Yang Maha Mengetahui, didik aku dalam Pengetahuan-Mu. Wahai, Hakim yang Bijaksana, kuatkan aku dengan kebijaksanaan keputusan-Mu. Wahai, Engkau Yang Maha Mendengar, kehendaki dan izinkan aku mendengarkan dari-Mu! Wahai, Engkau Yang Maha Melihat, kehendaki dan izinkan aku melihat yang Engkau sukai. Wahai, Engkau Yang Maha Khoobiir, karuniakan aku kesadaran akan-Mu. Wahai, Engkau Yang Maha Hidup, hidupkan kehidupanku dengan Mendzikiri-Mu. Wahai, Engkau Yang Maha Berkehendak, murnikan kehendakku melalui Keagungan, Kekuatan, dan Kemuliaan-Mu. Engkau memiliki Kekuatan di atas segalanya.

Wahai, Tuhanku, aku bermohon dari-Mu (semoga Engkau penuhi) suatu pengaturan-Mu, pengabdian seorang hamba, dan ketajaman pikiran dalam semua totalitas kehidupan dengan pilihan-pilihannya (furqon), di antara bentuk dan ukuran/ kadar-kadar.

Wahai, Tuhanku, aku meminta-Mu melalui Diri-Mu; melalui Keahadan-Mu, dimana siapa pun yang menginginkan selain-Mu, maka ia mengadakan Tuhan selain-Mu; dan melalui semua cakupan-Mu, dimana barangsiapa yang menginginkan keabadian dunia maka ia telah mendustakan-Mu dan memisahkan diri mereka dari harmoni kemurnian sejati.

Wahai, Engkau, Yang akan melepas jauh orang yang melampaui batas karena tidak menghadirkan-Mu dalam hatinya! Wahai, Engkau, Yang ditahbiskan Keagungan dan Kemuliaan. Wahai, Engkau, Yang mengeluarkan cahaya keberadaan segala sesuatu dari kegelapan ketiadaan. Wahai, Engkau, Yang Membentuk misi tiap manusia berdasarkan Pengetahuan Yang Engkau tuliskan pada tiap manusia (lauh mahfudz). Wahai, Engkau, Yang membentangkan pilihan-pillihan melalui rahasia-rahasia Kebijaksanaan-Mu.

Aku menangis untuk-Mu, bagai seorang yang memohon pertolongan dari jarak jauh kepada seseorang yang sebenarnya dekat! Aku memohon-Mu, bagai seorang pendamba cinta teramat sangat dari sang kekasih (nya). Aku memohon-Mu, bagai seorang yang teramat gelisah berusaha terus menerus mencari tahu segala kesukaan dan kebutuhan sang kekasih (nya).

Wahai, Tuhanku, aku memohon-Mu untuk mengangkat tabir tentang-Mu dan melepaskan ikatan-ikatan prasangka dan keraguanku akan-Mu. Wahai, Tuhanku, hidupkankan aku melalui-Mu dengan kehidupan yang mendasar. Ajari aku dari Pengetahuan yang memang sesuai dengan kesejatian diriku. Dengan Ketiadabatas Kekuatan-Mu; bukakan bagiku harta karun yang berasal dari Taman di Surga dan ‘Arsy serta Hakikat, dan jadikanlah bulanku hilang lenyap ditelan oleh Cahaya-Mu. Dengan Kasih Sayang dan Kepemurahan-Mu, bebaskanlah aku dari setiap waham.

Kemuliaan hanyalah milik-Mu, wahai, Engkau Yang tak terlampaui! Segala puja bagi-Mu Yang Pasti tak terlampaui oleh fenomena apapun; dan Maha Suci Engkau dari segala wujud ketercelaan.

Kemuliaan hanyalah milik-Mu! Engkau membuat setiap pencari tak mampu meraih-Mu kecuali melalui-Mu.

Kemuliaan hanyalah milik-Mu! Tiada seorang pun yang mengetahui-Mu selain-Mu.

Kemuliaan hanyalah milik-Mu! Betapa Dekat-Nya Diri-Mu, meskipun Kemuliaan-Mu teramat Tinggi, wahai, Tuhanku.

Wahai, Tuhanku, hiasi aku dengan perhiasan yang berasal dari Keagungan Kemuliaan-Mu! Bajukan aku ke dalam jubah yang berasal dari Kekuasaan Tertinggi-Mu sehingga tiada daya dan upaya selain kekuasaan-Mu! Mahkotai aku dengan mahkota yang berasal dari Kebesaran dan Keagungan-Mu! Lepaskan aku dari tebaran hal-hal yang tidak bermanfaat dan buruk. Bebaskan aku dari hisab dan batasan tak terhingga, dan dari aneka pilihan, kekurangan dan pertentangan.

Wahai, Tuhanku, ketiadaan diriku dalam-Mu merupakan keberadaan tertinggiku; Kebersamaanku dengan-Mu merupakan ketiadaan tertinggiku. Berdasarkan situasi tersebut dimana aku menempatkan keberadaanku bersama dengan-Mu, karuniakan kesadaran bahwa kesejatian ketiadaanku adalah berada di dalam-Mu dan membuatku hilang lenyap di dalam-Mu.

Tiada Tuhan selain Engkau! Tidak ada sesuatu dan seorangpun yang menyamai-Mu.

Tiada Tuhan selain Engkau! Maha Tinggi Engkau tiada yang menyamai-Mu.

Tiada Tuhan selain Engkau! Tiada kebutuhan-Mu akan makhluk-Mu.

Tiada Tuhan selain-Mu! Wahai, Engkau Yang Ahad! Engkau Tempat Bergantung dan Berlindung setiap makhluk-Mu.

Tiada Tuhan selain Engkau! Keberadaan hanyalah Engkau! Sujudku hanya untuk-Mu. Engkaulah al-haqq. Yang dipuja.

Aku berlindung dalam Diri-Mu dari diriku sendiri, dan aku memohon-Mu agar menghancurkan yang tidak haqq dari diriku. Aku memohon ampunan-Mu atas apapun yang menyebabkanku menjauh dari-Mu dan atas apapun yang menjadi keburukanku, atau atas apapun yang menjadi penyebab keterpecahan identitas sejatiku.

Engkaulah Yang menegakkan dan meninggikan, mengawali dan mengakhiri, Yang memisahkan dan menyatukan. Wahai, Sang Penegak! Wahai, Sang Peninggi! Wahai, Yang Mengawali! Wahai, Yang Mengakhiri! Wahai, Sang Pemisah! Wahai, Sang Penyatu!

Engkaulah Perlindungan dan Tempat Berlindung! Penolong dan Pertolongan! Wahai, Pelindungku! Wahai, Penolongku!

Pembebas dan Penyelamatku! Tempat Pengabdian dan Perlindungan! Wahai, Engkau, tempatku meraih kebebasan dan pengabdian!

Aku bermohon dari-Mu, bahwa Engkau mungkin akan memenuhi semua pinta dan mohonku melalui seseorang Muhammad shallallahu'alaihi wassalam., Rasul-Mu, seorang maksum yang amanah dan shiddiq dimana keteladanan dilekatkan kepadanya; yang menjadi sebab awal Engkau mencipta, cahaya dari kesempurnaan pengetahuan, ruh dari kehidupan sesungguhnya, pemakai jubah putih kasih sayang abadi, pemilik karakter mulia, dimana jiwa dan keutamaannya memiliki prioritas dan pendahulu, yang melengkapi dan memberi segel kepada bentuk dan putaran nubuwwah, cahaya yang membawa bimbingan dan penjelasan, kasih sayang yang membawa pengetahuan, menguatkan dan memberikan keamanan.

Semoga Engkau, wahai, Tuhanku, merahmati dan memberkahi Rasul-Mu, Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wassalam. dan semua keluarga dan karib kerabatnya.

Alhamdulillaahi Rabbil ‘Aalamiin.

Kamis, 10 November 2016

Diary Aura Store

Menjual aneka pakaian :
Gamis syar'i bahan jersey wanita,
Rok,
Rok celana,
Kemeja wanita,
Hijab Jersey,
Kerudung segi empat, gradasi, kembang2,
Baju koko ( panjang + pendek)
Gamis Follino,
Jubah Follino,
Shirwal Follino + Twist,
Speaker Al-Qur'an Lengkap,
Gaun,
Kaos Otomotif,
Sandal Pita ( wedges,flat spon+karet,wedges polos anak,wedges frozen anak,flat polos anak,flat frozen anak ).
Dll

Kamis, 27 Oktober 2016

Jubah Follino

Jubah Follino

Bahan : halus,ringan,dingin

kancing benik
kantong rits kanan kiri

all size


Sirwal Follino

Sirwal Follino

tidak nerawang,ringan,adem

model : tali kolor ,kantong 1 rits

all size