Dalam surat ar-Rahman tercantum bahwa Setiap yang ada di langit dan bumi memohon kepada-Nya,dan setiap saat Allah selalu dalam kesibukan (beraktivitas). ayat ini mengekspresikan tema eksistensi yang penting. Setiap saat, semua makhluk, dari yang sebesar galaksi sampai partikel terkecil, selalu memohon dan menerima anugerah pemeliharaan, baik secara fisik maupun ruhani.tak ada satupun makhluk yang tidak memohon kepada Allah ta’ala, tetapi masing-masing menerima jawaban sesuai dengan tingkat permohonannya.
Jadi sebagian dari “kesibukan” Tuhan adalah memberi jawaban atas doa. Respon Tuhan secara intrinsik adalah keniscayaan, sebab Dia-lah yang mewajibkan hamba-Nya berdoa dan Dia pula yang berjanji menjawabnya. Ini adalah hubungan timbal-balik: Tuhan dan hamba adalah yang meminta sekaligus yang diminta---> (talib ma matlub).
Barangsiapa menjawab “panggilan” Tuhan melalui Hukum Wahyu, maka Tuhan akan menjawab permintaan hamba-Nya yang memenuhi panggilan-Nya. Maka, pada hakikatnya,semua permintaan tertuju kepada-Nya, sebab tidak sesuatupun (wujud) selain Allah.
Karena selalu ada jawaban dari Allah atas permintaan kita, maka kita seharusnya menyadari betul hal-hal yang dimintakan.
“Allah lebih dekat kepada hamba-Nya ketimbang urat lehernya.” Disini Allah membandingkan kedekatan-Nya dengan hamba-Nya dengan kedekatan hamba dengan dirinya sendiri.
Ketika seseorang “meminta” dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu dan kemudian ia bertindak, maka tak ada jeda waktu antara permintaan dengan respon.
Momen meminta pada esensinya adalah momen menjawab. Jadi kedekatan Tuhan dalam menjawab hamba-Nya adalah sama dengan kedekatan hamba dalam menjawab permintaan pada dirinya sendiri.
Pada hakikatnya, dibalik setiap permintaan ada satu tujuan utama:
---> memandang segala sesuatu dari perspektif riil. Dalam pengertian ini, setiap doa adalah sebentuk “mengingat” atau --> zikir.
Saat membaca doa, seseorang [seharusnya] tidak sekadar membaca berulang-ulang secara mekanis, tetapi sembari menghayati dan menyadari serta mengakui Kehadiran Tuhan.
Ini berarti ia harus mengingat-Nya dengan sepenuh hati. Jika ia sampai pada level ini maka doa menjadi ingatan timbal-balik,
“Ingatlah Allah dan Allah akan mengingatmu.”
Bentuk doa yang paling intim adalah munajat, semacam dialog dengan Allah Ta'ala.
Membaca teks doa hanya satu bagian. Bagian lain yang lebih penting adalah “situasi dialog yang akrab” dengan Allah, mengingat-Nya sepenuh hati, mengundang-Nya dan, karena itu, diundang oleh-Nya.
Maka dengan berdoa seseorang sesungguhnya juga “kembali” kepada hakikat dari kenyataan, sebuah tindakan “kembali” ke asal yang mesti diulang secara konstan.
Semua mursyid yang sebenar benarnya mursyid menekankan bahwa hal ini tidak bisa dicapai melalui proses intelektual biasa, tetapi melalui hati (qalb), sebab hati adalah cermin yang memantulkan tajalli Ilahi dan, karenanya, hanya hati yang bisa “melihat” manifestasi ilahi.
Kapasitas hati untuk melihat inilah yang mentransformasi doa dari bentuk pengulangan doa menjadi sebuah percakapan yang bermakna dan intim.
Karena doa adalah percakapan yang intim, maka ia adalah juga zikir.
Dan barangsiapa mengingat Allah, ia bersama dengan Allah dan “duduk” bersama-Nya… dan barangsiapa yang “duduk” bersama Allah dan memiliki mata batin yang jernih, ia akan “memandang teman duduknya.” <--- Ini adalah mushahadah.
Jika dia tak memiliki mata batin maka dia tak akan mampu melihat-Nya. Sesungguhnya melalui penglihatan batin dalam doa inilah orang yang berdoa akan mengenali maqom spiritualnya.”
Doa yang sejati adalah doa yang diiringi dengan kesadaran penuh akan kehadiran Allah Ta'ala yang meliputi segala sesuatu, dan karenanya menyadari bahwa diri pendoa adalah “bagian terbatas” dari “Dia" tetapi tanpa menambah atau mengurangi Dzat-Nya. Dzat-Nya akan tetap sebagaimana adanya tanpa penambahan atau pengurangan meski Dia bertajalli terus menerus tanpa terbilang. Ini berarti seseorang melangkah dari ketidak hadiran ke dalam Kehadiran Ilahi, dan karena itu doa hamba pada level ini sesungguhnya diilhamkan kepadanya oleh Tuhan yang Maha Mengetahui, dan karena itu, jawaban atas doa hamba adalah seketika, tanpa jeda .
“Dia setiap saat dalam kesibukan.”
---> Saat permintaan dan jawaban terjadi serentak, kita menyebutnya ijabah. dan di antara kelompok orang yang paling sering mencapai momen pertemuan “permintaan dan jawaban” adalah orang yang suci hati dan pikirannya,yang haqul yaqin,yang dekat pada Allah Ta'ala.
Wa Allahu a’lam :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar