Selasa, 02 Mei 2017

AL-QUR'AN

" Al-Qur'an itu sifat Allah "

Kata “al-Qur’an” (al-qur’ān), yang berasal dari akar q-r-’, biasanya diartikan : ---> “pembacaan.” Tetapi berdasarkan akar ini, arti utama kata qur’an adalah :
---> “pengumpulan,” “penggabungan", "pemaduan,” “pencakupan,” dan beberapa ahli awal mempertahankan bahwa ini adalah arti nama al-qur’an.
Dari sudut pandang ini, dua nama Kitab Suci ini : ---> "al-Qur’an” dan “al-Furqan” (yang terakhir berarti “pemisahan” atau “pembedaan”) bersama-sama berarti bahwa al-Qur’an mengumpulkan, menggabungkan, atau memadukan segala sesuatu bersama-sama dan pada waktu yang sama memisahkan atau membedakan segala sesuatu ke dalam wilayah-wilayah yang jelas dan berbeda.

Al-Qur’an dalam arti harfiah ini adalah istilah yang sesuai dengan arti kata-kata --->“Umm al-Kitāb,” “Allah” (yang juga disebut “al-Haqq”),  “Muhammad” sebagai Manusia Sempurna.

Mari kita mulai membicarakan kesesuaian arti kata al-Qur’an dengan arti kata “Umm al-Kitāb.”

Ibu (al-umm) adalah yang mencakup (al-jami‘ah). Maka ada “ibu desa-desa”

(umm al-qurā) [yaitu Makkah, tempat berkumpul untuk haji]. Kepala adalah “ibu jasad” (umm al-jasad). Itu dikatakan “ibu jasad” karena ia mencakup semua daya indrawi dan supra-indrawi yang dimiliki oleh manusia.

Al-Fatihah adalah “ibu” semua kitab yang diturunkan, yang merupakan “Al-Qur’an Agung” (al-qur’an al-‘azhīm), yaitu totalitas agung yang mencakup segala sesuatu. Muhammad telah dianugerahi “kata-kata yang mencakup” (jawami‘ al-kalim). Karena itu, syariatnya mencakup semua syariat. Allah telah memberikan Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam “Ibu Kitab,” yang mencakup semua lembaran dan kitab suci. Melaluinya muncullah di antara kitab ringkasan tujuh ayat yang mencakup semua ayat.

Maka dengan al-Qur’an tersingkaplah semua ilmu dalam kitab-kitab yang diturunkan dan di dalamnya terkandung apa yang tidak ada di dalam kitab-kitab itu. Siapa yang diberi al-Qur’an tentu diberi sinar sempurna (al-dhiyā’ al-kāmil) yang mencakup segala ilmu. Allah Ta'ala berfirman : "Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan dalam Kitab.” [Q 6: 38] Itu adalah “al-Qur’an Perkasa” (al-qur’ān al-‘azīz), yang “tidak dikunjungi oleh yang batil, baik dari depan maupun dari belakang” [Q 41: 42].

Dengan al-Qur’an benarlah dikatakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam memiliki ---> “kata-kata yang mencakup.”

Maka ilmu-ilmu para nabi, para malaikat dan segala lisan yang diketahui dicakup dan dijelaskan oleh al-Qur’an kepada Ahli al-Qur’an (ahl al-qur’ān) dengan sifatnya sebagai sinar/cahaya. Siapa yang diberi al-Qur’an tentu diberi ilmu yang sempurna (al-‘ilm al-kāmil).

Sesuai dengan namanya “Ibu Kitab,” al-Qur’an mencakup secara global segala sesuatu, semua kitab suci yang diwahyukan, semua ilmu dalam kitab-kitab yang diwahyukan. Kitab suci ini disebut Ibu Kitab (Umm al-Kitāb), yang berarti induk seluruh kitab, karena ia mengandung akar atau ide segala ilmu dalam kitab-kitab yang diturunkan.

Sebuah perbandingan : Taurat yang diturunkan oleh Allah kepada Musa dan Injil yang diturunkan-Nya kepada Isa dengan al-Qur’an mengukuhkan sifat mencakup al-Qur’an. Taurat lebih banyak mengandung ajaran-ajaran sosial. Injil lebih banyak mengandung ajaran spiritual. Maka al-Qur’an mengandung kedua jenis ajaran-ajaran itu, sosial dan spiritual. Taurat lebih menekankan aspek lahiriah. Injil lebih menekankan aspek batiniah. Maka al-Qur’an menekankan kedua aspek itu.

Mari kita melihat kesesuaian arti kata “al-Qur’an” sebagai “yang mencakup” (al-jāmi‘) dengan arti kata “Allāh” sebagai “nama yang mencakup” (al-ism al-jāmi‘).

Allah adalah cakupan realitas-realitas keseluruhan nama-nama ilahi. Sungguh Allah adalah nama yang mencakup [semua nama]. Maka Dia memiliki arti-arti semua nama ilahi, sebagaimana penampakan diri-Nya (al-tajallī) memiliki semua bentuk.

Ketahuilah bahwa al-Haqq pada hakikatnya adalah Ibu Kitab. Al-Qur’an adalah sebuah kitab di antara semua kitab, kecuali ia memiliki pencakupan (al- jam‘iyyah) yang tidak dimiliki oleh semua kitab lain. Dengan ini, ia adalah sifat al-Haqq, sedangkan sifat mencari siapa yang bersifat dengannya dan hubungan mencari siapa yang berhubungan dengannya. Karena itu, dikatakan bahwa al-Qur’an adalah Ibu Kitab yang membuatnya berbeda dengan kitab-kitab lain yang diturunkan.

Sifat mencakup atau pencakupan nama Allah, yang sering disebut nama al-Haqq, secara sempurna tercermin dalam al-Qur’an, sehingga dikatakan bahwa al-Qur’an adalah : ---> sifat Allah.

Arti al-Qur’an sebagai yang mencakup semua sifat Allah ditemukan pada diri Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam sebagai Manusia Sempurna (al-insān al-kāmil), cermin sempurna dan bening yang memantulkan semua nama Allah secara penuh dan seimbang.

Al-Qur’an memanifestasikan dirinya pada pribadi Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam sehingga dikatakan bahwa akhlak Nabi ini adalah al-Qur’an.

Allah Ta'ala berfirman: “Sesungguhnya engkau memiliki akhlak agung (khuluq ‘azhīm).” [QS. 68: 4].

Ketika ‘Aisyah ditanya tentang akhlak Rasul Allah, ia menjawab: “Akhlaknya adalah al-Qur’an.”

Aisyah  mengatakan Itu karena Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam memiliki akhlak yang unik, dan akhlak yang unik itu mencakup semua akhlak mulia (makārim al-akhlāq).

Allah menyifati akhlak itu dengan keagungan (al-‘azhamah), sebagaimana Dia menyifati al-Qur’an dalam firman-Nya: “al-Qur’an Agung” (wa al-qur’ān al-‘azhīm) [QS. 15: 87].

Maka al-Qur’an adalah akhlaknya. Barang siapa di antara umat Rasul Allah yang tidak pernah bertemu dengan Rasul Allah ingin melihatnya, hendaklah ia memandang pada al-Qur’an. Ketika ia memandang pada al-Qur’an, tidak ada perbedaan antara memandang padanya dan memandang pada Rasul Allah. Itu seakan-akan al-Qur’an tampil sebagai bentuk jasad yang dikatakan bernama Muhammad ibn ‘Abdullah ibn ‘Abd al-Muthallib. Al-Qur’an adalah : ---> qalam Allah dan sifat-Nya.
Karena itu,
Muhammad dalam keseluruhannya adalah sifat Tuhan.

“Maka barang siapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia menaati Allah,” [QS. 4: 80] karena “ia tidak berbicara dari hawa nafsu” [QS. 53: 3], dan ia adalah lisan yang benar.

Di sini kita melihat bahwa akhlak Rasulullah Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam adalah al-Qur’an karena ia mencakup di dalam dirinya semua sifat Allah. Maka barang siapa yang ingin menaati Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam, hendaklah ia menaati al-Qur’an, yang sekaligus berarti menaati Allah.

Maka barang siapa yang ingin memandang pada Nabi Muhammad, hendaklah ia memandang pada al-Qur’an, yang sekaligus berarti memandang pada Allah. Maka barang siapa yang ingin menjumpai Nabi  Muhammad, hendaklah ia menjumpai al-Qur’an, yang sekaligus berarti menjumpai Allah. Barang siapa yang ingin mencintai Nabi  Muhammad, hendaklah ia mencintai al-Qur’an, yang sekaligus berarti mencintai Allah.

Akhlak Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam adalah al-Qur’an. Ia adalah Manusia Sempurna, yang mencakup di dalam dirinya segala sesuatu di dalam Realitas Ilahi dan segala sesuatu di dalam alam. Ia adalah yang paling sempurna di antara para Manusia Sempurna, nama yang mencakup semua nama ilahi yang lain. Ia berakhlak dengan nama-nama ilahi.

“Kedudukannya adalah sifat mencakup (ihāthah) ilmu semua orang yang memiliki ilmu tentang Allah, baik mereka yang hidup terdahulu maupun mereka yang hidup kemudian.

Al-Qur’an mencakup semua kitab suci yang diwahyukan sebelumnya dan dengan demikian mencakup semua ilmu tentang Allah.
Maka, mengetahui al-Qur’an adalah mengetahui Allah, Muhammad, alam, dan semua kitab suci lain.

Sekarang mari kita simak kesesuaian arti kata “al-Qur’an” sebagai yang mencakup semua nama Allah dengan jalan makrifat dgn berakhlak pada semua nama Allah. Makrifat itu identik dengan berakhlak dengan akhlak Allah. Berakhlak dengan akhlak Allah (“al-takhalluq bi akhlāqi-Llāh”) adalah makrifat, dan para ulama telah menjelaskan [prilaku] berakhlak dengan Nama-Nama Indah Allah.
Jadi ,
yang dimaksud dengan akhlak Allah adalah ---> nama-nama Allah atau sifat-sifat Allah.

Makrifat itu mengikatkan diri kepada kelakuan-kelakuan baik menurut syara' baik secara lahir maupun secara bathin. Itu adalah akhlak ketuhanan, dengan menanamkan akhlak mulia dan menjauhi akhlak buruk.

Berakhlak dengan akhlak Allah adalah : ---> proses yang harus dilalui oleh siapa pun bila ia ingin menjadi Manusia Sempurna.
berakhlak dengan akhlak Allah dianggap berasal dari hadits Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam yang kerap kali dinyatakan dengan perkataan:
---> “takhalluqū bi akhlāqi-Llāh” (“Berakhlaklah dengan akhlak Allah”).

Ungkapan-ungkapan lain yang searti dengan ungkapan “al-takhalluq bi akhlāqi-Llāh” (“berakhlak dengan akhlak Allah”) adalah ---> “al-takhalluq bi asmā’i-Llāh” (“berakhlak dengan nama-nama Allah”).

Hati hati memahami,jangan salah paham . :)

Berakhlak dengan akhlak Allah tidak berarti meniru secara aktif nama-nama dan sifat-sifat Allah loh yaa, karena tugas itu di luar kemampuan manusia, dan lagi pula meniru secara aktif nama-nama dan sifat-sifat Allah sama dengan menyaingi Allah, yang menimbulkan keangkuhan dan kesombongan luar biasa.

“Berakhlak dengan akhlak Allah” berarti :
---> menafikan sifat-sifat kita sendiri dan menegaskan sifat-sifat Allah, yang telah ada pada kita, meskipun dalam bentuk potensial.  Berakhlak dengan akhlak Allah berarti pula ---> menafikan wujud kita dan menegaskan wujud Allah, karena kita dan segala sesuatu selain Allah tidak mempunyai wujud kecuali dalam arti kiasan (majāzī).

Satu-satunya wujud, atau lebih tepatnya wujud hakiki adalah ---> Allah.

Berakhlak dengan akhlak Allah mengukuhkan pandangan bahwa: ---> "tidak sesuatu pun dalam wujud kecuali Allah, nama-nama-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya.

Ketika manusia menafikan wujudnya, ia kembali kepada sifat aslinya, yaitu : ---> “ketiadaan” (‘adam), tetapi pada waktu yang sama ia berada dalam keadaan yang disebut : ---> "ketenteraman abadi” (rāhat al-abad).

Berakhlak dengan akhlak Allah adalah jalan menuju Tuhan yang harus dilakukan dengan meninggalkan keakuan diri.

Berakhlak dengan akhlak Allah dengan tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan harus dimulai dengan meninggalkan keakuan diri. Dapat pula dikatakan bahwa meninggalkan keakuan diri adalah langkah awal berakhlak dengan akhlak Allah.
Berakhlak dengan akhlak Allah adalah jalan makrifat,dan akhlak Allah adalah al-Qur’an, sebagaimana ditemukan pada Nabi  Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam.

Inilah tingkat tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia dalam perjalanannya menuju Tuhan. Sedikit orang yang telah mencapai tingkat ini, melampaui diri secara keseluruhan.
Tidak ada ego atau diri yang tersisa, kecuali keESAan dengan Tuhan.

Inilah keadaan yang dinamakan “mati sebelum mati.” 

Selama jejak ego/keakuan masih tersisa, seorang penempuh jalan tidak akan mencapai tingkat ini. Ia harus meninggalkan keakuan dirinya, sehingga yang tersisa hanya Tuhan. Itu adalah jalan cinta menuju Tuhan.
Pada tingkat ini, tidak ada lagi keterpisahan antara hamba dan Tuhan. Tidak ada lagi jarak antara dirinya dan Tuhan karena dirinya ESA pada Tuhan.

Allahu'alam. :)

Tabarakallah .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar