Jumat, 27 Oktober 2017
Sabtu, 06 Mei 2017
Allah mencintai kalian bukan untuk
Berbahagialah duhai kalian orang orang yang beriman,yang bersatu padu didalam melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar, dan sekali lagi,berbahagialah duhai para tentara Allah yang menghadang dan melawan segala kedurjanaan, karena Allah Subhannahu wa Ta'ala mengawasi dan menjaga kalian dengan kecintaan-Nya dalam Ar-rahman Ar-Rahim-Nya.
Allah Subhannahu wa Ta'ala mencintai kalian yang membela Al-Qur'an demi keimanan kalian, bukanlah karena butuh kalian, tetapi karena kasih sayang-Nya pada kalian.
Allah Ta'ala mencintai kalian, bukan untuk Diri-Nya.
Allah mencintai ketaatanmu pada-Nya, karena manfaatnya kembali padamu sendiri.
Atas keimanan kalian menetapkan dimana kalian berada,diantara kaum pendusta atau kaum yang sebenar2nya taqwa, untuk itu, kalian harus aktif dan menghadap Allah Yang mencintai kalian, demi untuk kalian sendiri.
Orang beriman itu lupa segalanya dan mengingat Tuhannya Allah Subhannahu wa Ta'ala, sehingga berhasillah taqarrub kepada-Nya, dan hidup dengan-Nya, beserta-Nya, lalu tawakkalnya benar.
Cukuplah di dunia dan akhirat bila tawakkalnya orang beriman, tauhidnya benar, Allah memberikan amal kepadanya sebagaimana dianugerahkan kepada Nabi Ibrahim as, memberinya makna dan hakikatnya, bukan panggilan namanya. Allah memberikan makanan dan memberinya minuman dan menempatkan di "bilik Rumah"-Nya, bukan berarti Allah Azza wa-Jalla memberinya pada wujud tempatnya.
Bila dalam posisi ini, benarlah mengaitkan dengan Nabi Ibrahim as, dari segi maknawinya, bukan dari segi rupa bentuk.
Hai diri yang mencela aksi umat islam.
Apa anda tidak malu, ketika anda berhasrat di cintai Allah, namun anda mengabdi kegelapan dan memakan makanan haram?
Sampai kapan anda makan seperti itu, dan mengabdi pada penguasa?
Padahal dalam waktu dekat mereka lengser. Karena itu hendaknya anda mengabdi kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala yang tidak pernah lengser.
Gunakan akal sehatmu, terimalah kehidupan duniamu yang sedikit, hingga anda meraih akhirat lebih banyak.
Raihlah bagianmu dari zuhudmu, hingga upayamu justru menuju di hadapan pintu Tuhanmu Allah Subhannahu wa Ta'ala, ada di "genggaman" Kuasa-Nya, bersama-Nya, bukan bersama dunia, bukan bersama tangan-tangan dunia, bukan pula berada di tangan-tangan penguasanya melalui pergaulan naluri nafsu, syetan dan publik.
Bila anda berusaha untuk kehidupan dunia, sedangkan hati anda bersama Allah, maka para malaikat dan ruh-ruh para Nabi ada di sekitar anda. Sungguh jauh berbeda orang yang menyerah pada dunia dan orang yang menyerah kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Allahu a'lam :)
Selasa, 02 Mei 2017
AL-QUR'AN
" Al-Qur'an itu sifat Allah "
Kata “al-Qur’an” (al-qur’ān), yang berasal dari akar q-r-’, biasanya diartikan : ---> “pembacaan.” Tetapi berdasarkan akar ini, arti utama kata qur’an adalah :
---> “pengumpulan,” “penggabungan", "pemaduan,” “pencakupan,” dan beberapa ahli awal mempertahankan bahwa ini adalah arti nama al-qur’an.
Dari sudut pandang ini, dua nama Kitab Suci ini : ---> "al-Qur’an” dan “al-Furqan” (yang terakhir berarti “pemisahan” atau “pembedaan”) bersama-sama berarti bahwa al-Qur’an mengumpulkan, menggabungkan, atau memadukan segala sesuatu bersama-sama dan pada waktu yang sama memisahkan atau membedakan segala sesuatu ke dalam wilayah-wilayah yang jelas dan berbeda.
Al-Qur’an dalam arti harfiah ini adalah istilah yang sesuai dengan arti kata-kata --->“Umm al-Kitāb,” “Allah” (yang juga disebut “al-Haqq”), “Muhammad” sebagai Manusia Sempurna.
Mari kita mulai membicarakan kesesuaian arti kata al-Qur’an dengan arti kata “Umm al-Kitāb.”
Ibu (al-umm) adalah yang mencakup (al-jami‘ah). Maka ada “ibu desa-desa”
(umm al-qurā) [yaitu Makkah, tempat berkumpul untuk haji]. Kepala adalah “ibu jasad” (umm al-jasad). Itu dikatakan “ibu jasad” karena ia mencakup semua daya indrawi dan supra-indrawi yang dimiliki oleh manusia.
Al-Fatihah adalah “ibu” semua kitab yang diturunkan, yang merupakan “Al-Qur’an Agung” (al-qur’an al-‘azhīm), yaitu totalitas agung yang mencakup segala sesuatu. Muhammad telah dianugerahi “kata-kata yang mencakup” (jawami‘ al-kalim). Karena itu, syariatnya mencakup semua syariat. Allah telah memberikan Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam “Ibu Kitab,” yang mencakup semua lembaran dan kitab suci. Melaluinya muncullah di antara kitab ringkasan tujuh ayat yang mencakup semua ayat.
Maka dengan al-Qur’an tersingkaplah semua ilmu dalam kitab-kitab yang diturunkan dan di dalamnya terkandung apa yang tidak ada di dalam kitab-kitab itu. Siapa yang diberi al-Qur’an tentu diberi sinar sempurna (al-dhiyā’ al-kāmil) yang mencakup segala ilmu. Allah Ta'ala berfirman : "Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan dalam Kitab.” [Q 6: 38] Itu adalah “al-Qur’an Perkasa” (al-qur’ān al-‘azīz), yang “tidak dikunjungi oleh yang batil, baik dari depan maupun dari belakang” [Q 41: 42].
Dengan al-Qur’an benarlah dikatakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam memiliki ---> “kata-kata yang mencakup.”
Maka ilmu-ilmu para nabi, para malaikat dan segala lisan yang diketahui dicakup dan dijelaskan oleh al-Qur’an kepada Ahli al-Qur’an (ahl al-qur’ān) dengan sifatnya sebagai sinar/cahaya. Siapa yang diberi al-Qur’an tentu diberi ilmu yang sempurna (al-‘ilm al-kāmil).
Sesuai dengan namanya “Ibu Kitab,” al-Qur’an mencakup secara global segala sesuatu, semua kitab suci yang diwahyukan, semua ilmu dalam kitab-kitab yang diwahyukan. Kitab suci ini disebut Ibu Kitab (Umm al-Kitāb), yang berarti induk seluruh kitab, karena ia mengandung akar atau ide segala ilmu dalam kitab-kitab yang diturunkan.
Sebuah perbandingan : Taurat yang diturunkan oleh Allah kepada Musa dan Injil yang diturunkan-Nya kepada Isa dengan al-Qur’an mengukuhkan sifat mencakup al-Qur’an. Taurat lebih banyak mengandung ajaran-ajaran sosial. Injil lebih banyak mengandung ajaran spiritual. Maka al-Qur’an mengandung kedua jenis ajaran-ajaran itu, sosial dan spiritual. Taurat lebih menekankan aspek lahiriah. Injil lebih menekankan aspek batiniah. Maka al-Qur’an menekankan kedua aspek itu.
Mari kita melihat kesesuaian arti kata “al-Qur’an” sebagai “yang mencakup” (al-jāmi‘) dengan arti kata “Allāh” sebagai “nama yang mencakup” (al-ism al-jāmi‘).
Allah adalah cakupan realitas-realitas keseluruhan nama-nama ilahi. Sungguh Allah adalah nama yang mencakup [semua nama]. Maka Dia memiliki arti-arti semua nama ilahi, sebagaimana penampakan diri-Nya (al-tajallī) memiliki semua bentuk.
Ketahuilah bahwa al-Haqq pada hakikatnya adalah Ibu Kitab. Al-Qur’an adalah sebuah kitab di antara semua kitab, kecuali ia memiliki pencakupan (al- jam‘iyyah) yang tidak dimiliki oleh semua kitab lain. Dengan ini, ia adalah sifat al-Haqq, sedangkan sifat mencari siapa yang bersifat dengannya dan hubungan mencari siapa yang berhubungan dengannya. Karena itu, dikatakan bahwa al-Qur’an adalah Ibu Kitab yang membuatnya berbeda dengan kitab-kitab lain yang diturunkan.
Sifat mencakup atau pencakupan nama Allah, yang sering disebut nama al-Haqq, secara sempurna tercermin dalam al-Qur’an, sehingga dikatakan bahwa al-Qur’an adalah : ---> sifat Allah.
Arti al-Qur’an sebagai yang mencakup semua sifat Allah ditemukan pada diri Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam sebagai Manusia Sempurna (al-insān al-kāmil), cermin sempurna dan bening yang memantulkan semua nama Allah secara penuh dan seimbang.
Al-Qur’an memanifestasikan dirinya pada pribadi Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam sehingga dikatakan bahwa akhlak Nabi ini adalah al-Qur’an.
Allah Ta'ala berfirman: “Sesungguhnya engkau memiliki akhlak agung (khuluq ‘azhīm).” [QS. 68: 4].
Ketika ‘Aisyah ditanya tentang akhlak Rasul Allah, ia menjawab: “Akhlaknya adalah al-Qur’an.”
Aisyah mengatakan Itu karena Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam memiliki akhlak yang unik, dan akhlak yang unik itu mencakup semua akhlak mulia (makārim al-akhlāq).
Allah menyifati akhlak itu dengan keagungan (al-‘azhamah), sebagaimana Dia menyifati al-Qur’an dalam firman-Nya: “al-Qur’an Agung” (wa al-qur’ān al-‘azhīm) [QS. 15: 87].
Maka al-Qur’an adalah akhlaknya. Barang siapa di antara umat Rasul Allah yang tidak pernah bertemu dengan Rasul Allah ingin melihatnya, hendaklah ia memandang pada al-Qur’an. Ketika ia memandang pada al-Qur’an, tidak ada perbedaan antara memandang padanya dan memandang pada Rasul Allah. Itu seakan-akan al-Qur’an tampil sebagai bentuk jasad yang dikatakan bernama Muhammad ibn ‘Abdullah ibn ‘Abd al-Muthallib. Al-Qur’an adalah : ---> qalam Allah dan sifat-Nya.
Karena itu,
Muhammad dalam keseluruhannya adalah sifat Tuhan.
“Maka barang siapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia menaati Allah,” [QS. 4: 80] karena “ia tidak berbicara dari hawa nafsu” [QS. 53: 3], dan ia adalah lisan yang benar.
Di sini kita melihat bahwa akhlak Rasulullah Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam adalah al-Qur’an karena ia mencakup di dalam dirinya semua sifat Allah. Maka barang siapa yang ingin menaati Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam, hendaklah ia menaati al-Qur’an, yang sekaligus berarti menaati Allah.
Maka barang siapa yang ingin memandang pada Nabi Muhammad, hendaklah ia memandang pada al-Qur’an, yang sekaligus berarti memandang pada Allah. Maka barang siapa yang ingin menjumpai Nabi Muhammad, hendaklah ia menjumpai al-Qur’an, yang sekaligus berarti menjumpai Allah. Barang siapa yang ingin mencintai Nabi Muhammad, hendaklah ia mencintai al-Qur’an, yang sekaligus berarti mencintai Allah.
Akhlak Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam adalah al-Qur’an. Ia adalah Manusia Sempurna, yang mencakup di dalam dirinya segala sesuatu di dalam Realitas Ilahi dan segala sesuatu di dalam alam. Ia adalah yang paling sempurna di antara para Manusia Sempurna, nama yang mencakup semua nama ilahi yang lain. Ia berakhlak dengan nama-nama ilahi.
“Kedudukannya adalah sifat mencakup (ihāthah) ilmu semua orang yang memiliki ilmu tentang Allah, baik mereka yang hidup terdahulu maupun mereka yang hidup kemudian.
Al-Qur’an mencakup semua kitab suci yang diwahyukan sebelumnya dan dengan demikian mencakup semua ilmu tentang Allah.
Maka, mengetahui al-Qur’an adalah mengetahui Allah, Muhammad, alam, dan semua kitab suci lain.
Sekarang mari kita simak kesesuaian arti kata “al-Qur’an” sebagai yang mencakup semua nama Allah dengan jalan makrifat dgn berakhlak pada semua nama Allah. Makrifat itu identik dengan berakhlak dengan akhlak Allah. Berakhlak dengan akhlak Allah (“al-takhalluq bi akhlāqi-Llāh”) adalah makrifat, dan para ulama telah menjelaskan [prilaku] berakhlak dengan Nama-Nama Indah Allah.
Jadi ,
yang dimaksud dengan akhlak Allah adalah ---> nama-nama Allah atau sifat-sifat Allah.
Makrifat itu mengikatkan diri kepada kelakuan-kelakuan baik menurut syara' baik secara lahir maupun secara bathin. Itu adalah akhlak ketuhanan, dengan menanamkan akhlak mulia dan menjauhi akhlak buruk.
Berakhlak dengan akhlak Allah adalah : ---> proses yang harus dilalui oleh siapa pun bila ia ingin menjadi Manusia Sempurna.
berakhlak dengan akhlak Allah dianggap berasal dari hadits Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam yang kerap kali dinyatakan dengan perkataan:
---> “takhalluqū bi akhlāqi-Llāh” (“Berakhlaklah dengan akhlak Allah”).
Ungkapan-ungkapan lain yang searti dengan ungkapan “al-takhalluq bi akhlāqi-Llāh” (“berakhlak dengan akhlak Allah”) adalah ---> “al-takhalluq bi asmā’i-Llāh” (“berakhlak dengan nama-nama Allah”).
Hati hati memahami,jangan salah paham . :)
Berakhlak dengan akhlak Allah tidak berarti meniru secara aktif nama-nama dan sifat-sifat Allah loh yaa, karena tugas itu di luar kemampuan manusia, dan lagi pula meniru secara aktif nama-nama dan sifat-sifat Allah sama dengan menyaingi Allah, yang menimbulkan keangkuhan dan kesombongan luar biasa.
“Berakhlak dengan akhlak Allah” berarti :
---> menafikan sifat-sifat kita sendiri dan menegaskan sifat-sifat Allah, yang telah ada pada kita, meskipun dalam bentuk potensial. Berakhlak dengan akhlak Allah berarti pula ---> menafikan wujud kita dan menegaskan wujud Allah, karena kita dan segala sesuatu selain Allah tidak mempunyai wujud kecuali dalam arti kiasan (majāzī).
Satu-satunya wujud, atau lebih tepatnya wujud hakiki adalah ---> Allah.
Berakhlak dengan akhlak Allah mengukuhkan pandangan bahwa: ---> "tidak sesuatu pun dalam wujud kecuali Allah, nama-nama-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya.
Ketika manusia menafikan wujudnya, ia kembali kepada sifat aslinya, yaitu : ---> “ketiadaan” (‘adam), tetapi pada waktu yang sama ia berada dalam keadaan yang disebut : ---> "ketenteraman abadi” (rāhat al-abad).
Berakhlak dengan akhlak Allah adalah jalan menuju Tuhan yang harus dilakukan dengan meninggalkan keakuan diri.
Berakhlak dengan akhlak Allah dengan tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan harus dimulai dengan meninggalkan keakuan diri. Dapat pula dikatakan bahwa meninggalkan keakuan diri adalah langkah awal berakhlak dengan akhlak Allah.
Berakhlak dengan akhlak Allah adalah jalan makrifat,dan akhlak Allah adalah al-Qur’an, sebagaimana ditemukan pada Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam.
Inilah tingkat tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia dalam perjalanannya menuju Tuhan. Sedikit orang yang telah mencapai tingkat ini, melampaui diri secara keseluruhan.
Tidak ada ego atau diri yang tersisa, kecuali keESAan dengan Tuhan.
Inilah keadaan yang dinamakan “mati sebelum mati.”
Selama jejak ego/keakuan masih tersisa, seorang penempuh jalan tidak akan mencapai tingkat ini. Ia harus meninggalkan keakuan dirinya, sehingga yang tersisa hanya Tuhan. Itu adalah jalan cinta menuju Tuhan.
Pada tingkat ini, tidak ada lagi keterpisahan antara hamba dan Tuhan. Tidak ada lagi jarak antara dirinya dan Tuhan karena dirinya ESA pada Tuhan.
Allahu'alam. :)
Tabarakallah .
Jumat, 07 April 2017
Speaker Al-Qur'an Lengkap
Speaker Al-Qur'an Lengkap.
Per Ayat,
Per Juz :
Abdullah Basfar,
Mishary Rasyid,
Ali Hudaifi,
Abdurrahman Sudais.
Per Surah :
Sa'ad Ghamidi,
Ahmad Misbahi ( Qori Cilik ),
Abdullah Basfar,
Minshawi,
Mishary Rasyid.
Per Halaman :
Abdul Basit
Abdullah basfar.
Murottal Muhammad Thaha,
Murottal Ahmad Saud,
Murottal Maghfirah M Husein,
Ustadz Maulana Yusuf ( menantu AA GYM ).
Dilengkapi dengan :
Metode Talaqqi,
terjemahan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris,
Hadits Arba'in,
MP3 Al-Matsurat dan Ayat ayat Ruqyah,
Asmaul Husna,
Adzan,
Doa Doa
Jumat, 17 Maret 2017
Adab dan Mursyid yang sebenarnya,bukan mursyid jadi jadian
"Adab dan Mursyid yang sebenarnya,bukan Mursyid jadi jadian"
Jika, seorang ‘arif meninggalkan adab di hadapan Yang Dima’rifati, niscaya dia akan binasa bersama mereka yang binasa.
Memperlihatkan adab yang baik dalam lahiriahnya, merupakan ragam dari adab yang baik dalam ruhaninya.
Tauhid menuntut keimanan, jadi orang yang tak punya iman tidak bertauhid. Iman menuntut syari'at, jadi orang yang tidak mematuhi syari'at berarti tak punya iman dan tauhid. Mematuhi syari'at menuntut adab, jadi orang yang tak mempunyai adab tidak mematuhi syari'at, tidak memiliki iman dan tauhid.
Bagaimama bisa terpandang dan menembus pandangan pada guru jika ruhanimu saja terhijab sebab tak punya adab . :)
Dusta yang ada jadinya.
Adab seorang ‘arif melampaui adab siapa pun. Sebab Allah Yang dima’rifati, Dialah yang mendidik hatinya langsung agar dapat menerima bimbingan yang diberikan gurunya.
Jika seorang penempuh jalan ma'rifat berpaling dari adab, maka dia akan dikembalikan ke tempat asalnya.
"Dan (ingatlah kisah) Ayub ketika ia menyeru kepada Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua yang penyayang " (QS. Al-Anbiya’: 83).
---> Ayub tidak mengatakan : Kasihanilah aku!" (irhamny), semata karena beradab dalam berbicara kepada Tuhan.
Begitu juga Nabi Isa as. mengatakan: "Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu." (QS. Al-Maidah: 118).
"Seandainya aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya." (QS. Al-Maidah: 116).
---> "Nabi Isa as mengucapkan, "Aku tidak menyatakan" (lam aqul), semata karena menjaga adab di hadapan Tuhannya.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (QS. An-Najm: 17).
Hikmah ayat ini berarti:
---> Rasulullah melaksanakan adab di hadirat Allah.
Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (QS. At-Tahrim: 6).
Mengomentari ayat ini, Ibnu Abbas mengatakan : ---> "Didiklah dan ajarilah mereka adab."
Adab itu berarti terpaku dengan hal-hal yang terpuji.kau harus mempraktikkan adab kepada Allah baik secara jasmaniah dan ruhaniyah,kau harus memakai adab kepada guru secara jasmaniah dan ruhaniyah.
Jika tidak diamanahkan jangan lancang menyebarluaskan dengan mengaku aku diberi bekal ilmu dan buku oleh guru.
Tak ada guna beribu ribu buku yang dimiliki dan dipamerkan, sebab, seorang arifbillah itu tidak bicara dalam buku bukunya, namun mereka bicara atas apa yang mereka saksikan dengan mata hatinya. :)
Wajib pakai adab agar tidak lancang. Agar tidak Mengaku aku diberi bekal ilmu oleh guru, menunjukkannya pada orang orang agar orang mengakui bahwa ia penerus dan penyambung lidah guru, padahal dusta.
Diamanahpun tidak untuk menyebarkan ilmu guru,mendapat izin pun tidak,ini lancang tak beretika dan tidak punya kesopanan pada ilmu yang diambil dari guru,dengan membawa bawa nama guru untuk menguatkan keakuannya.
Orang yang menundukkan jiwanya dengan adab berarti telah mengenal Allah dengan tulus ikhlas.
Jadi wahai Salik yang merasa berilmu bak mursyid, sampai kapankah kau akan memberi petunjuk jalan, sementara kau sendiri berada di belakang orang yang tersesat? Sebuah ilmu yang sedikit saja sudah cukup bagi kau, tetapi amal kau lah harus berlimpah.
Mengenal dan beribadah itu agar memiliki Adab, beradab agar tidak Biadab. :)
Bagaimana dapat memberi bimbingan agar orang beradab jika kau tak punya adab. :)
Jangan jadi mursyid jadi jadian. Jangan mengaku aku diberi bekal ilmu dan menjadi penyambung lidah guru . malu lah jika benar benar mukmin. :)
Ketahuilah ,bahwasanya,
Murid berasal dari ‘irsyad’yang artinya petunjuk.
Sedangkan pelakunya adalah mursyid yang artinya orang yang ahli dalam memberi petunjuk dalam bidang agama. Jadi, yang disebut mursyid adalah orang-orang yang ditugasi oleh Allah langsung untuk menuntun, membimbing dan menunjukkan manusia ke jalan yang lurus atau benar dan menghindarkan manusia dari jalan yang sesat.
Bukan mengaku ngaku .
Membimbing dirimu sendiri saja agar beradab tak bisa ,bagaimana dapat membimbing orang banyak ?
Sebelum seseorang di amanahkan menjadi penerus mursyid yang arif billahi, ia harus mendapat tarbiah atau pendidikan dari guru yang selalu mengawasi perkembangan ruhani murid, sehingga murid mencapai ---> maqam ‘shiddiq’.
Kemudian ,
diizinkan oleh guru untuk membaiat kepada calon murid dengan mengajari mereka.
Jangan tak ada izin dan amanah malah menyebar luaskan Ajaran guru berlagak sebagai orang yang diamanahi padahal dusta.
Jangan membodohi diri sendiri dan orang orang yang masuk perangkapmu. :)
Perlu dipahami,bahwa,
Tampilnya menjadi mursyid itu bukan kehendak dirinya sendiri tapi kehendak gurunya,
dengan demikian,
Orang yang memunculkan dirinya sebagai penyambung lidah Mursyid, tanpa seizin guru,tanpa pernah diamanahi untuk meneruskan ilmu yang diajarkan kepada orang lain ,selalu membawa bawa nama Mursyidnya, maka ia sangat membahayakan kepada calon muridnya.
Murid yang di bawah bimbingannya itu akan mengalami keterputusan.
Mursyid yang palsu ini menjadi penghalang muridnya menuju Allah dan dosa-dosa mereka akan ditanggung oleh mursyid jadi-jadian itu.
Mursyid itu sebelum ditugasi oleh Allah, telah mendapat pengajaran terlebih dahulu dari Allah dan mendapatkan bekal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pembimbingan.
Mursyid adalah guru yang membimbing kepada murid untuk berjalan menuju Allah dengan menapaki jalannya. Dengan bimbingan guru itu, murid meningkat derajatnya di sisi Allah, mencapai Rijalallah, dengan berbekal ilmu syariat dan ilmu hakikat yang diperkuat oleh al Qur’an dan as sunah serta mengikuti jejak ulama pewaris nabi dan ulama yang telah terdidik oleh mursyid sebelumnya dan mendapat izin dari guru di atasnya untuk mengajar umat.
Jangan tak ada izin tak ada amanah berkoar bicara ilmu ilmu yang disampaikan guru, seolah menjadi penyambung lidah Guru. :)
Guru Mursyid yang dimaksud adalah guru yang hidup sezaman dengan murid dan mempunyai tali keguruan sampai nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam. Guru yang demikian itu adalah yang sudah Arif Billah, tali penyambung murid kepada Allah, dan merupakan pintu bagi murid masuk kepada "istana ilmu" Allah.
Dengan demikian guru merupakan faktor yang penting bagi murid untuk mengantarkannya menuju diterimanya taubat dan dibebaskannya dari kelalaian. Dalam perjalanan menuju Allah, murid wajib baginya menggunakan mursyid atau pembimbing.
Penentuan guru ini juga tidak boleh atas dasar kebodohan dan mengikuti nafsu. Mengaku aku diberi amanah dan diberi bekal ilmu padahal dusta.
Syariatnya berantakan hakikatnya nol.
Seorang Mursyid itu,dalam membimbing,maka Seluruh pembelajaran dan pengajaran serta bimbingan mesti bersesuaian dengan isi, terutama bagian dalam al Qur’an dan al Sunnah serta sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh nabi dan ulama pewarisnya.
Orang yang menyandang demikian itulah yang layak dicontoh / diteladani oleh murid-muridnya.
Bukan seperti dirimu. :)
Mursyid itu bila dicari (melalui pertanyaan-pertanyaan) maka takkan ketemu. Tetapi apabila amal perbuatannya diikuti, maka pasti ia dijumpai.
Ilmu itu didatangi bukan mendatangi,mursyid itu dicari ditemukan,didatangi,bukan sepertimu mencari pengikut agar mengakui kau.
Ketahuilah,mursyid itu ada yang juga menjadi wali.
Dalam hal ini ,seorang wali yang mursyid itu dapat diketahui dengan meriset amalan-amalannya secara tekun dan gigih (mujahadah), baik amalan jasmaniiyah ( syariat ) maupun ruhaniah dalam tempo yang relatif lama dan benar, maka pasti Allah akan menunjukkan ke jalan-Nya yang lurus. Tetapi apabila tidak diriset, maka seseorang tidak dapat menyimpulkan bahwa seseorang itu adalah wali yang mursyid.
Demikian juga apabila seseorang merisetnya dengan cara yang tidak benar, maka ia tidak akan menemukan kesimpulan apapun.
Begitu pula dapat diketahui mursyid palsu itu dengan meriset tindak tanduknya. :)
Jadi,
mursyid semestinya adalah orang yang tergolong ulama, pemimpin umat yang bersifat kamil lagi mukammil,beradab, yakni pribadinya bersih dan suci serta berakhlak yang terpuji,memiliki Adab dan mampu menyempurnakan akhlak serta adab murid-muridnya.
Mursyid adalah kuat keyakinannya dan menjadi kekasih Tuhan, membawa berkah untuk umatnya serta rahmat bagi kaumnya. Mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang rumit yang membelenggu umat dengan kekeramatan dan maunah yang diberikan oleh Allah kepadanya.
Pahamilah,bahwasanya,
Seorang mursyid memiliki tanggung jawab yang berat,harus memiliki kriteria-kriteria dan adab-adab sebagai berikut:
---> Alim, dan ahli di dalam memberikan irsyadat (tuntunan-tuntunan) kepada para muridnya dalam masalah fiqih dan syariat serta masalah tauhid ‘aqidah’ dengan pengetahuan yang dapat menyingkirkan segala prasangka dan keraguan dari hati para muridnya mengenai persoalan tersebut.
Bukan merasa rasa alim dan mengaku ahli.merasa paham dengan segalanya padahal tak paham. :)
---> Arif, dengan segala sifat kesempurnaan hati, segala etika n Adab dijaga, segala kegelisahan jiwa dan penyakitnya juga mengetahui cara menyembuhkannya kembali serta memperbaiki seperti semula.
( bukan menyembuhkan ilmu klenik/ghaib)
--->Mengusahakan agar segala perkataannya bersih dari pengaruh nafsu dan keinginan,ingin diaku di puji,terutama kata-kata yang pendapatnya itu akan memberi dampak pada ruhani para muridnya.
---> Bijaksana,
Bukan bajak sana bajak sini mencari pengikut. :)
Masih banyak etika dan adab yang lain.
Menjadi mursyid itu sulit. Bukan perkara mudah.
Bagi para penempuh, jangan terpedaya hingga mengambil ilmu dari orang yang salah, agar tak salah jalan kalian. :)
Pilih guru kamu yang benar sebenarnya mursyid, (dicerdikkan oleh Allah), bukan oleh yang lain-lain dengan mendapat izin Allah dan ridha-Nya.
Mursyid yang kamil lagi mukamil (sempurna lagi menyempurnakan) karena karunia Allah. Yang memberi bekas pengajarannya, (kalau ia mengajar atau berdo’a, maka berbekas pada murid, si murid berubah ke arah kebaikan).bukan malah biadab berbuat buruk.
Pilih mursyid yg Tidak dapat dicela oleh orang yang berakal akan pengajarannya, yakni tidak dicela oleh al Qur’an dan al Hadits serta ilmu pengetahuan. Yang kasih akan Allah, ia bekerja keras untuk mengabdi kepada Allah, bukan untuk mencintai dunia.
Allahu a'lam :)
Minggu, 05 Maret 2017
BHAKHIL
" BHAKHIL "
Bakhil adalah penyakit hati yang sangat kronis dan riskan.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Dan barangsiapa dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.s. Al-Hasyr: 9).
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.” (Q.s. Ali Imran: 180).
“(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir...” (Q.s. An-Nisa’: 37).
“Jauhilah sifat bakhil, karena sesungguhnya sifat bakhil itu telah menghancurkan orang-orang sebelum kamu.
Ketahuilah, Bahwa Sifat bakhil adalah pohon yang tumbuh di neraka,
Janganlah menjadi manusia yg bakhil, krn Sesungguhnya sangat murka kepada orang yang bakhil dalam hidupnya, dan senang kepada orang dermawan di saat meninggalkannya.
Dua perangai tidak akan berpadu pada diri seorang Mukmin,yakni :sifat kikir dan perangai yang jelek.
Sesungguhnya sumber sifat bakhil itu lantaran cinta harta, sebagai sifat tercela. Dan orang yang tidak mempunyai harta tidak akan tampak kebakhilannya dengan keengganan bersedekah, tetapi akan tampak dengan adanya orang yang cinta harta.Betapa banyak orang berderma, tetapi hatinya sangat terpaut dan cinta pada harta, sehingga bila berderma, yang diharapkannya adalah agar dirinya disebut dermawan,mendpt sanjung puji dr para manusia manusia, Ini sangat tercela dalam agama. Karena cinta dunia membuat hati lupa berdzikir kepada Allah, berpaling pada kepentingan duniawi, dan tidak suka pada kematian yang merupakan wahana bertemu Allah Ta'ala.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.” (Q.s. Al-Munafiqun: 9).
“Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) ...“ (Q.s. At-Taghabun: 15).
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.” (Q.s. At-Takatsur: 1).
Allahu a'lam.
yang niat zakat,infaq jangan ditunda,segerakanlah.=-)
Senin, 20 Februari 2017
Hakikat amar ma'ruf nahi munkar
Duhai kau,
Mengapa alergi dengan umat islam yg bersatu dlm menjlni amar ma'ruf nahi munkar ? Yang Menuntut ketidak adilan pada pelaku yang menistakan ,menjadikan ayat ayat Al-qur'an sebagai senda gurau(tertawa) ?
Mengapa menghujat,mencela umat islam yg bersatu padu dalam aksi aksi untuk menjalankan amar ma'ruf nahi munkar?
Mengapa ikut didalam kelompok non islam dan membela serta mendukungnya mati matian?
Islam atau non islam kah yg anti dgn aksi umat islam dan memusuhi umat islam serta berada dalam barisan kelompok non islam ?
Pahamilah duhai kau ,
Bahwasanya,
Amar artinya ---> perintah.
Perintah siapa ? Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Ma'ruf artinya ---> mengenal.
Mengenal siapa ? Mengenal Allah Subhannahu wa Ta'ala dan mengenal perintah perintah-Nya.
Nahi artinya ---> jangan.
Munkar artinya ---> mengingkari.
Jangan mengingkari siapa dan apa?
Allah Ta'ala dan perintah perintah-Nya,larangan larangan-Nya didalam al-qur'an.
Jadi ,
Secara hakikat ---> 'amar ma'ruf nahi munkar adalah ---> perintah untuk mengenal Allah Subhannahu wa Ta'ala dan perintah perintah-Nya .
dan kalau sudah mengenal-Nya, dilarang untuk mengingkari identifikasi tersebut. :)
Duhai kau,
kalau kau mengingkari-Nya,mengingkari ayat ayat al-qur'an tentang larangan dan perintah-Nya, maka kau akan menjadi orang yang berbalik mundur ke belakang alias --->murtad.
Innalillahi.
Tahukah kau,
Bahwasanya,
Kata murtad berasal dari kata ---> irtadda, berasal dari kata ---> Radda ,yang artinya: --->berbalik.
Kata riddah dan irtidad dua-duanya berarti kembali ke jalan, dari mana orang datang kembali.
Tapi,
Kata Riddah khusus digunakan dalam arti kembali pada ---> kekafiran (kafir = tertutup),
sedang kata irtidad digunakan dalam arti itu, tapi juga digunakan untuk arti yang lain, dan orang yang dari mengenal Allah dan perintah-Nya kembali pada kekafiran, disebut murtad.
Kalau sudah mengenal Allah dan perintah-Nya kemudian murtad dan kembali menjadi kafir maka kau akan dilaknat Allah Ta'ala sebagaimana Iblis yang terlaknat.
Sadarilah, jangan terus ikuti bisikan nafsu setan didalam diri .
Tak perlu menjlskan, tak perlu berdalih apapun.
Cukup renungkan saja dalam tafakur diam.
Allahu a'lam :)