Renungan 17 syawal 1437 H
"Kebajikan dan Dosa"
Al-Birru adalah : kata yang menunjuk kepada segala macam bentuk tindak kebajikan, dan
Al-itsmu adalah : kata yang menunjuk kepada perbuatan dosa dengan segala macam jenis dan tingkatannya.
Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wassalam menerangkan bahwa yang dimaksud dengan “al-birru” adalah : semua bentuk prilaku yang mulia.
Maka,
Mintalah pertimbangan kepada hatimu.sebab, Al-birru adalah segala sesuatu yang jiwa dan hati merasa tenang (bila melakukannya). Adapun al-itsmu adalah segala sesuatu yang terbersit pada nafsumu namun hatimu ragu (untuk melakukannya) meskipun banyak orang yang memberikan masukan padamu (membolehkan kamu untuk melakukannya).
Manusia diciptakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala dengan naluri yang suka terhadap kebenaran dan tenang bila melakukan kebajikan. Karenanya, jika manusia berada dalam kebimbangan maka hendaknya dia memilih al-birru, yaitu pilihan yang bisa menimbulkan ketenangan hati, jangan sampai memilih al-itsmu atau pilihan yang menyebabkan hati bertambah bimbang, gundah, dan gelisah.
Pada dasarnya, al-birru memang mempunyai 2 kemungkinan penggunaan,yakni :
1. Berbuat baik kepada sesama makhluk.
Contohnya :
–> birrul-walidain yang artinya : berbuat baik kepada kedua orang tua.
Bila kata al-birru disandingkan dengan kata at-taqwa, maka arti al-birru adalah :
---> berbuat baik kepada sesama makhluk, dan arti at-taqwa adalah : ---> taat kepada Allah Ta'ala dengan menjalankan semua perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Selain itu,
al-birru juga bisa diartikan dengan melakukan semua kewajiban sedangkan at-taqwa diartikan dengan menjauhi segala larangan.
2. Segala bentuk ketaatan, baik jasmaniah maupun ruhaniah.
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”(QS [2]:177).
Makna kedua ini lebih umum. Mencakup semua bentuk kebajikan baik yang jasmaniah maupun ruhaniah, seperti menafkahkan harta untuk kebaikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menepati janji, sabar menanggung rasa sakit, menerima dengan lapang dada kemiskinan yang sedang menimpanya dengan terus melakukan usaha, menerima ketetapan-ketetapan Allah Ta'ala lainnya, dan juga sabar serta tegar menghadapi musuh.
Al-Itsmu atau perbuatan dosa mempunyai dampak negatif internal bagi jiwa manusia. Perasaan bersalah, bingung dan berontak seringkali muncul dalam jiwa seseorang yang melakukan perbuatan dosa. Hal ini karena tabiat manusia memang tidak suka dengan perbuatan dosa,karena Al-itsmu adalah segala sesuatu yang terbersit pada nafsumu, dan hatimu ragu (untuk melakukannya).
Ia juga mempunyai dampak negatif eksternal, yaitu perasaan malu bila diketahui oleh orang lain.
Al-Itsmu juga adalah segala hal yang menyebabkan hati menjadi kotor dan sakit.
Tingkat tertinggi identifikasi perbuatan dosa adalah bila perbuatan itu tidak disukai oleh orang yang akan melakukannya dan orang lain juga tidak suka bila perbuatan itu dilakukan. Namun, bila muncul keraguan dalam menentukan apakah suatu perbuatan termasuk dosa atau tidak, hendaknya kita mengikuti petunjuk Rasulullah untuk meminta pertimbangan hati nurani.
Rasulullah bersabda :
" Istafti qalbaka, wa in aftawka wa in aftawka wa in aftawka ---> Mintalah saran pada qalb-mu, meski orang telah memberi saran kepadamu, meski orang telah memberi saran kepadamu, meski orang telah memberi saran kepadamu.”(HR. Ahmad bin Hanbal dari Wabishah).
Oleh karena itu, suara hati nurani harus selalu dikedepankan. Bila banyak orang memberikan masukan namun bertentangan dengan suara hati maka yang harus dikedepankan adalah suara hati. Kita harus menyadari bahwa pandangan orang hanya mempertimbangkan sisi lahiriah saja, sedangkan yang mengetahui sisi dalam diri manusia adalah diri orang itu sendiri. Suara hati nurani sejatinya merupakan bisikan ketakwaan dan kehormatan al-wara’. Orang yang di dalam hatinya muncul rasa pengingkaran terhadap dosa adalah orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah. Sedangkan masukan orang lain sering kali hanya berdasarkan dugaan-dugaan semata.
Namun, bila fatwa seseorang didukung dengan dalil syar’i yang kuat, maka seorang muslim hendaknya mengikuti fatwa tersebut, meskipun dia berat menerimanya. Allahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar