"Tentang QS Al-Isra’ [17]:44"
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.”(QS [17]:44)
Bumi telah diamanahi pengetahuan oleh Allah sebagaimana manusia diamanahi pengetahuan. Bumi juga mengenal Pencipta-Nya. Kebenaran ada dalam setiap sesuatu. Jika manusia, dengan kesadaran, mencermati sekitar dirinya, dia akan menemukannya dengan segera.
“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.”(QS [99]:4-5)
Dia mengatakan kepada kita bahwa suatu hari akan datang ketika bumi akan mengatakan tentang semua yang telah terjadi di atasnya. Sesuatu yang kita duga tanpa kehidupan akan menjadi saksi pada hari pengadilan; dengan demikian, mereka mengetahui.
Sebongkah batu, sekalipun tampak mati, memiliki seraut wajah yang menoleh kepada Pencipta-Nya dan seraut wajah yang menoleh pada manusia. Ia dipenuhi cinta dan taqwa kepada Allah, sementara, kita berpikir bahwa ia tanpa perasaan.
Kita sendirilah yang tanpa perasaan, hidup, dan berjalan di atas wajah dunia, meyakininya tidak hidup!
Semua makhluk memiliki bahasanya sendiri, tapi tak seorang pun, kecuali mereka yang telinga hatinya terbuka, yang bisa mendengarnya. Telinga yang seperti telinga Nabi Sulaiman bisa mendengar kata-kata angin, gunung gemunung, dan burung-burung.
Pengenalan akan Sang Pencipta ada di dalam makhluk. Ini merupakan manifestasi nama Allah “Sang Maha kuasa.”
Semua benda yang dianggap tidak hidup–bumi, air, udara, dan api–terbenam dalam ibadah tanpa henti kepada Tuhannya.
Sebagaimana batu tidak memiliki akal, pikiran, maupun perasaan, sebagaimana ia tanpa emosi atau kehendak, secara alami ia ada dalam suatu keadaan tunduk seutuhnya.
Tanam tanaman berada dalam keadaan tunduk yang lebih rendah karena ia memiliki kehendak untuk tumbuh, dan dalam usahanya untuk tumbuh, ia melupakan Allah dan kurang dalam ibadah.
Lebih kurang lagi adalah ketundukan binatang, wujud berperasaan. Sekalipun binatang sama sekali tidak memiliki pemikiran dan kehendak, ia memiliki insting, dan itulah yang menghalanginya dari ketundukan utuh dan ibadah dan pengetahuan sempurna terhadap Pencipta-nya.
Manusia mungkin makhluk paling kurang tunduk kepada Allah dan sangat sedikit ibadah.
Pikiran, khayalan, kemewahan, hasrat-hasrat jasmaniah, amarah, serta kehendak merupakan kekuatan yang mencengkeram dan menahannya dalam kelalaian. Paling baik, dia bisa bermaksud mengetahui Tuhannya melalui akalnya, mencari bukti-bukti keberadaan-Nya, ingin melihat-Nya dengan kedua matanya sendiri, dan menderita di bawah pengaruh kehendak yang diberikan kepadanya. Allahu a'lam. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar