Jumat, 17 Maret 2017

Adab dan Mursyid yang sebenarnya,bukan mursyid jadi jadian

"Adab dan Mursyid yang sebenarnya,bukan Mursyid jadi jadian"

Jika, seorang ‘arif meninggalkan adab di hadapan Yang Dima’rifati, niscaya dia akan binasa bersama mereka yang binasa.
Memperlihatkan adab yang baik dalam lahiriahnya, merupakan ragam dari adab yang baik dalam ruhaninya.
Tauhid menuntut keimanan, jadi orang yang tak punya iman tidak bertauhid. Iman menuntut syari'at, jadi orang yang tidak mematuhi syari'at berarti tak punya iman dan tauhid. Mematuhi syari'at menuntut adab, jadi orang yang tak mempunyai adab tidak mematuhi syari'at, tidak memiliki iman dan tauhid.

Bagaimama bisa terpandang dan menembus pandangan pada guru jika ruhanimu saja terhijab sebab tak punya adab . :)
Dusta yang ada jadinya.

Adab seorang ‘arif melampaui adab siapa pun. Sebab Allah Yang dima’rifati, Dialah yang mendidik hatinya langsung agar dapat menerima bimbingan yang diberikan gurunya.

Jika seorang penempuh jalan ma'rifat berpaling dari adab, maka dia akan dikembalikan ke tempat asalnya.

"Dan (ingatlah kisah) Ayub ketika ia menyeru kepada Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua yang penyayang " (QS. Al-Anbiya’: 83).
---> Ayub tidak mengatakan : Kasihanilah aku!" (irhamny), semata karena beradab dalam berbicara kepada Tuhan.

Begitu juga Nabi Isa as. mengatakan: "Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu." (QS. Al-Maidah: 118).

"Seandainya aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya." (QS. Al-Maidah: 116).

--->  "Nabi Isa as mengucapkan, "Aku tidak menyatakan" (lam aqul), semata karena menjaga adab di hadapan Tuhannya.

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (QS. An-Najm: 17).

Hikmah ayat ini berarti:
---> Rasulullah melaksanakan adab di hadirat Allah.

Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (QS. At-Tahrim: 6).

Mengomentari ayat ini, Ibnu Abbas mengatakan : --->  "Didiklah dan ajarilah mereka adab."

Adab itu berarti terpaku dengan hal-hal yang terpuji.kau harus mempraktikkan adab kepada Allah baik secara jasmaniah dan ruhaniyah,kau harus memakai adab kepada guru secara jasmaniah dan ruhaniyah.

Jika tidak diamanahkan jangan lancang menyebarluaskan dengan mengaku aku diberi bekal ilmu dan buku oleh guru.

Tak ada guna beribu ribu buku yang dimiliki dan dipamerkan, sebab, seorang arifbillah itu tidak bicara dalam buku bukunya, namun mereka bicara atas apa yang mereka saksikan dengan mata hatinya. :)

Wajib pakai adab agar tidak lancang. Agar tidak Mengaku aku diberi bekal ilmu oleh guru, menunjukkannya pada orang orang agar orang mengakui bahwa ia penerus dan penyambung lidah guru, padahal dusta.

Diamanahpun tidak untuk menyebarkan ilmu guru,mendapat izin pun tidak,ini lancang tak beretika dan tidak punya kesopanan pada ilmu yang diambil dari guru,dengan membawa bawa nama guru untuk menguatkan keakuannya.

Orang yang menundukkan jiwanya dengan adab berarti telah mengenal Allah dengan tulus ikhlas.

Jadi wahai Salik yang merasa berilmu bak mursyid, sampai kapankah kau akan memberi petunjuk jalan, sementara kau sendiri berada di belakang orang yang tersesat? Sebuah ilmu yang sedikit saja sudah cukup bagi kau, tetapi amal kau lah harus berlimpah.

Mengenal dan beribadah itu agar memiliki Adab, beradab agar tidak Biadab. :)

Bagaimana dapat memberi bimbingan agar orang beradab jika kau tak punya adab. :)

Jangan jadi mursyid jadi jadian. Jangan mengaku aku diberi bekal ilmu dan menjadi penyambung lidah guru . malu lah jika benar benar mukmin. :)

Ketahuilah ,bahwasanya,
Murid berasal dari ‘irsyad’yang artinya petunjuk.
Sedangkan pelakunya adalah mursyid yang artinya orang yang ahli dalam memberi petunjuk dalam bidang agama. Jadi, yang disebut mursyid adalah orang-orang yang ditugasi oleh Allah langsung untuk menuntun, membimbing dan menunjukkan manusia ke jalan yang lurus atau benar dan menghindarkan manusia dari jalan yang sesat.

Bukan mengaku ngaku .

Membimbing dirimu sendiri saja agar beradab tak bisa ,bagaimana dapat membimbing orang banyak ?

Sebelum seseorang di amanahkan menjadi penerus mursyid yang arif billahi, ia harus mendapat tarbiah atau pendidikan dari guru yang selalu mengawasi perkembangan ruhani murid, sehingga murid mencapai ---> maqam ‘shiddiq’.

Kemudian ,
diizinkan oleh guru untuk membaiat kepada calon murid dengan mengajari mereka.

Jangan tak ada izin dan amanah malah menyebar luaskan Ajaran guru berlagak sebagai orang yang diamanahi padahal dusta.

Jangan membodohi diri sendiri dan orang orang yang masuk perangkapmu. :)

Perlu dipahami,bahwa,
Tampilnya menjadi mursyid itu bukan kehendak dirinya sendiri tapi kehendak gurunya,

dengan demikian,
Orang yang memunculkan dirinya sebagai penyambung lidah Mursyid, tanpa seizin guru,tanpa pernah diamanahi untuk meneruskan ilmu yang diajarkan kepada orang lain ,selalu membawa bawa nama Mursyidnya, maka ia sangat membahayakan kepada calon muridnya.

Murid yang di bawah bimbingannya itu akan mengalami keterputusan.

Mursyid yang palsu ini menjadi penghalang muridnya menuju Allah dan dosa-dosa mereka akan ditanggung oleh mursyid jadi-jadian itu.

Mursyid itu sebelum ditugasi oleh Allah, telah mendapat pengajaran terlebih dahulu dari Allah dan mendapatkan bekal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pembimbingan.

Mursyid adalah guru yang membimbing kepada murid untuk berjalan menuju Allah dengan menapaki jalannya. Dengan bimbingan guru itu, murid meningkat derajatnya di sisi Allah, mencapai Rijalallah, dengan berbekal ilmu syariat dan ilmu hakikat yang diperkuat oleh al Qur’an dan as sunah serta mengikuti jejak ulama pewaris nabi dan ulama yang telah terdidik oleh mursyid sebelumnya dan mendapat izin dari guru di atasnya untuk mengajar umat.

Jangan tak ada izin tak ada amanah berkoar bicara ilmu ilmu yang disampaikan guru, seolah menjadi penyambung lidah Guru. :)

Guru Mursyid yang dimaksud adalah guru yang hidup sezaman dengan murid dan mempunyai tali keguruan sampai nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassalam. Guru yang demikian itu adalah yang sudah Arif Billah, tali penyambung murid kepada Allah, dan merupakan pintu bagi murid masuk kepada "istana ilmu" Allah.
Dengan demikian guru merupakan faktor yang penting bagi murid untuk mengantarkannya menuju diterimanya taubat dan dibebaskannya dari kelalaian. Dalam perjalanan menuju Allah, murid wajib baginya menggunakan mursyid atau pembimbing.

Penentuan guru ini juga tidak boleh atas dasar kebodohan dan mengikuti nafsu. Mengaku aku diberi amanah dan diberi bekal ilmu padahal dusta.
Syariatnya berantakan hakikatnya nol.

Seorang Mursyid itu,dalam membimbing,maka Seluruh pembelajaran dan pengajaran serta bimbingan mesti bersesuaian dengan isi, terutama bagian dalam al Qur’an dan al Sunnah serta sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh nabi dan ulama pewarisnya.

Orang yang menyandang demikian itulah yang layak dicontoh / diteladani oleh murid-muridnya.

Bukan seperti dirimu. :)

Mursyid itu bila dicari (melalui pertanyaan-pertanyaan) maka takkan ketemu. Tetapi apabila amal perbuatannya diikuti, maka pasti ia dijumpai.

Ilmu itu didatangi bukan mendatangi,mursyid itu dicari ditemukan,didatangi,bukan sepertimu mencari pengikut agar mengakui kau.

Ketahuilah,mursyid itu ada yang juga menjadi wali.

Dalam hal ini ,seorang wali yang mursyid itu dapat diketahui dengan meriset amalan-amalannya secara tekun dan gigih (mujahadah), baik amalan jasmaniiyah ( syariat ) maupun ruhaniah dalam tempo yang relatif lama dan benar, maka pasti Allah akan menunjukkan ke jalan-Nya yang lurus. Tetapi apabila tidak diriset, maka seseorang tidak dapat menyimpulkan bahwa seseorang itu adalah wali yang mursyid.

Demikian juga apabila seseorang merisetnya dengan cara yang tidak benar, maka ia tidak akan menemukan kesimpulan apapun.

Begitu pula dapat diketahui mursyid palsu itu dengan meriset tindak tanduknya. :)

Jadi,
mursyid semestinya adalah orang yang tergolong ulama, pemimpin umat yang bersifat kamil lagi mukammil,beradab, yakni pribadinya bersih dan suci serta berakhlak yang terpuji,memiliki Adab dan mampu menyempurnakan akhlak serta adab murid-muridnya.

Mursyid adalah kuat keyakinannya dan menjadi kekasih Tuhan, membawa berkah untuk umatnya serta rahmat bagi kaumnya. Mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang rumit yang membelenggu umat dengan kekeramatan dan maunah yang diberikan oleh Allah kepadanya.

Pahamilah,bahwasanya,
Seorang mursyid memiliki tanggung jawab yang berat,harus memiliki kriteria-kriteria dan adab-adab sebagai berikut:
---> Alim, dan ahli di dalam memberikan irsyadat (tuntunan-tuntunan) kepada para muridnya dalam masalah fiqih dan syariat serta masalah tauhid ‘aqidah’ dengan pengetahuan yang dapat menyingkirkan segala prasangka dan keraguan dari hati para muridnya mengenai persoalan tersebut.

Bukan merasa rasa alim dan mengaku ahli.merasa paham dengan segalanya padahal tak paham. :)

---> Arif, dengan segala sifat kesempurnaan hati, segala etika n Adab dijaga, segala kegelisahan jiwa dan penyakitnya juga mengetahui cara menyembuhkannya kembali serta memperbaiki seperti semula.
( bukan menyembuhkan ilmu klenik/ghaib)

--->Mengusahakan agar segala perkataannya bersih dari pengaruh nafsu dan keinginan,ingin diaku di puji,terutama kata-kata yang pendapatnya itu akan memberi dampak pada ruhani para muridnya.
---> Bijaksana,

Bukan bajak sana bajak sini mencari pengikut. :)

Masih banyak etika dan adab yang lain.

Menjadi mursyid itu sulit. Bukan perkara mudah.

Bagi para penempuh, jangan terpedaya hingga mengambil ilmu dari orang yang salah, agar tak salah jalan kalian. :)

Pilih guru kamu yang benar sebenarnya mursyid, (dicerdikkan oleh Allah), bukan oleh yang lain-lain dengan mendapat izin Allah dan ridha-Nya.
Mursyid yang kamil lagi mukamil (sempurna lagi menyempurnakan) karena karunia Allah. Yang memberi bekas pengajarannya, (kalau ia mengajar atau berdo’a, maka berbekas pada murid, si murid berubah ke arah kebaikan).bukan malah biadab berbuat buruk.

Pilih mursyid yg Tidak dapat dicela oleh orang yang berakal akan pengajarannya, yakni tidak dicela oleh al Qur’an dan al Hadits serta ilmu pengetahuan. Yang kasih akan Allah, ia bekerja keras untuk mengabdi kepada Allah, bukan untuk mencintai dunia.

Allahu a'lam :)

Minggu, 05 Maret 2017

BHAKHIL

" BHAKHIL "

Bakhil adalah penyakit hati yang sangat kronis dan riskan. 
Allah Subhannahu wa Ta'ala  berfirman:
“Dan barangsiapa dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.s. Al-Hasyr: 9).
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.” (Q.s. Ali Imran: 180).

“(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir...” (Q.s. An-Nisa’: 37).

“Jauhilah sifat bakhil, karena sesungguhnya sifat bakhil itu telah menghancurkan orang-orang sebelum kamu.

Ketahuilah, Bahwa Sifat bakhil adalah pohon yang tumbuh di neraka, 

Janganlah menjadi manusia yg bakhil, krn Sesungguhnya sangat murka kepada orang yang bakhil dalam hidupnya, dan senang kepada orang dermawan di saat meninggalkannya.

Dua perangai tidak akan berpadu pada diri seorang Mukmin,yakni :sifat kikir dan perangai yang jelek.

Sesungguhnya sumber sifat bakhil itu lantaran cinta harta, sebagai sifat tercela. Dan orang yang tidak mempunyai harta tidak akan tampak kebakhilannya dengan keengganan bersedekah, tetapi akan tampak dengan adanya orang yang cinta harta.Betapa banyak orang berderma, tetapi hatinya sangat terpaut dan cinta pada harta, sehingga bila berderma, yang diharapkannya adalah agar dirinya disebut dermawan,mendpt sanjung puji dr para manusia manusia, Ini sangat tercela dalam agama. Karena cinta dunia membuat hati lupa berdzikir kepada Allah, berpaling pada kepentingan duniawi, dan tidak suka pada kematian yang merupakan wahana bertemu Allah Ta'ala.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.” (Q.s. Al-Munafiqun: 9).
“Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) ...“ (Q.s. At-Taghabun: 15).
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.” (Q.s. At-Takatsur: 1).

Allahu a'lam.

yang niat zakat,infaq jangan ditunda,segerakanlah.=-)